Jakarta (ANTARA News) - Rekam jejak dan keteladanan almarhum Jenderal Besar (Purn TNI) Haji Mohammad Soeharto (Pak Harto) dapat dilihat sejak mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, era revolusi, dan saat mengisi kemerdekaan.

Bangsa Indonesia ketika gigih mempertahankan kemerdekaan melancarkan "Serangan Oemoem" pada 1 Maret 1949. Ketika itu Soeharto muda berkedudukan sebagai Komandan Brigade X/ Wehrkreise III Yogyakarta. Letkol Soeharto merupakan penanggung jawab perjuangan di wilayah Yogyakarta yang memimpin pertempuran merebut Ibu kota negara yang ketika itu berkedudukan di Yogyakarta.

Menguasai Yogyakarta selama enam jam mampu membuka mata dunia melalui diplomasi di Markas Besar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York Amerika Serikat serta meyakinkan dunia bahwa Republik Indonesia masih ada.

Kemudian, dengan diterimanya Surat Perintah 11 Maret 1966 Pak Harto "mengambil segala tindakan yang dianggap perlu" untuk menyelamatkan Pancasila dan UUD 1945. Dilanjutkan di era mengisi kemerdekaan, kepemimpinan Pak Harto dirasakan banyak manfaatnya bagi kemajuan peradaban Indonesia.

Pembangunan yang dilaksanakan di era Pak Harto merupakan pelaksanaan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yang merupakan perintah Bung Karno, pendahulunya yang telah meletakkan dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara ("nation and character building").

Menurut ekonom Kwik Kian Gie, Pak Harto relatif berhasil dalam membangun ekonomi bangsa Indonesia. Indikator terpenting dari keberhasilannya terlihat dengan menurunnya inflasi dari 600 persen menjadi inflasi yang "normal". Produk Domestik Bruto (PDB) juga tumbuh rata-rata tujuh persen per tahun.

Pada era Pak Harto, ekonomi dibangun dengan mengedepankan dua unsur dari Trilogi, yaitu pertumbuhan dan pemerataan. Satu unsur lainnya, yakni stabilitas sangat dibutuhkan untuk mengatur ekonomi secara terencana dan terarah.

Pembangunan yang merata dengan tahapan-tahapan yang terukur dan terstruktur memberikan dampak sistemik terhadap pertumbuhan ekonomi yang mantap di kisaran tujuh persen rata-rata per tahun, sementara kemiskinan mampu ditekan, daya beli masyarakat meningkat, dan kebutuhan dasar terpenuhi.

Pada tahun 1930 "founding fathers" bangsa Indonesia, yakni H Ir Soekarno dan H Drs Mohammad Hatta menulis tentang konsep bagaimana berdemokrasi Indonesia di masa yang akan datang. Demokrasi Indonesia harus memiliki dua wajah ekonomi dan politik agar demokrasi yang diterapkan Indonesia mampu mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat.

Almarhum Soeharto sebagai generasi penerus dari Soekarno mampu melaksanakan kedua konsep itu dengan baik, yakni Demokrasi Pancasila yang menganut musyawarah untuk mufakat dalam perwakilan dan pembangunan ekonomi secara masif.

Di sisi lain penyederhanaan partai politik dari multi partai menjadi tiga parpol dilakukan dalam upaya menciptakan stabilitas politik guna mendukung pelaksanaan pembangunan tahap demi tahap yang konsisten. Konsep ini terbukti mampu memacu pertumbuhan ekonomi rata-rata tujuh persen per tahun walaupun di sisi lain kebebasan sedikit berkurang.

Salah satu sisi yang menarik dari perjalanan hidup Pak Harto adalah visi dan pemikirannya yang mendorong dengan sungguh-sungguh pengembangan sumber daya manusia Indonesia sesuai amanah UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.


SDM

Kenyataan kala itu kemampuan negara masih lemah dalam mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas karena kendala biaya. Banyak potensi generasi muda Indonesia yang ketika itu mengalami kesulitan menyelesaikan studinya.

Maka, pada 1974 Pak Harto mendirikan Yayasan Supersemar untuk membantu biaya pendidikan para mahasiswa dan pelajar dari golongan masyarakat yang kurang mampu di bidang ekonomi, tetapi berprestasi tinggi dalam studi.

Yayasan Supersemar hingga 8 Desember 2015 telah memberikan bantuan beasiswa kepada 2.021.521 mahasiswa, pelajar, dan atlet nasional di berbagai perguruan tinggi pada sejumlah daerah di Indonesia. Total dana yang telah disalurkan mencapai lebih dari Rp700 miliar.

Hasilnya bisa dirasakan sekarang. Kini banyak alumni penerima beasiswa Supersemar yang sukses di bidangnya masing-masing serta banyak berkiprah dan berperan dalam mengisi pembangun Indonesia di berbagai bidang.

Sebut saja Prof Dr Mohammad Mahfud MD, SH, SU, Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013; Prof Yohanes Surya PhD, seorang fisikawan Indonesia yang juga dikenal sebagai pembimbing Tim Olimpiade Fisika Indonesia/TOFI. Prof Yohanes juga aktif dalam berbagai pelatihan Matematika dan Fisika GASING (Gampang Asyik dan Menyenangkan).

Beberapa alumnus penerima beasiswa yang sama di antaranya Prof Dr Pratikno, MSoc Sc yang menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara periode 2014-2019; Dr Ir Pramono Anung Wibowo, MM yang menjabat sebagai Sekretaris Kabinet 2014-2019; dan Prof Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, SE, MUP, PhD yang menjabat sebagai Menteri Keuangan.

Sebuah prestasi anak bangsa yang telah ditorehkan bukan saja layak untuk diapresiasi dan dikenang, kemudian diambil hikmahnya. Lebih dari itu, Pak Harto dengan segala kekurangan dan kelebihannya pantas menjadi pahlawan di hati segenap rakyat Indonesia.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Menteri Sosial Kofifah Indar Parawansa dalam beberapa kesempatan menyebutkan bahwa gelar pahlawan bagi almarhum Soeharto sudah siap dan tinggal menunggu surat keputusan (SK) Presiden.

Almarhum Soeharto memang pantas dianugerahi gelar "Pahlawan" yang ditetapkan negara untuk memberi teladan bagi anak cucu yang tidak pernah mengenyam era demokrasi yang bersumber dari nilai-nilai luhur Pancasila dan pembangunan ekonomi yang diperhitungkan di Asia.

*Penulis, Wakil Sekretaris Jenderal Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA-PBS)

Oleh Ir Agus Riyanto, MT*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016