Tangerang, Banten (ANTARA News) - Pengaturan pesawat di sisi udara Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, untuk sementara waktu menggunakan kamera pengintai infra merah sebab visibilitas petugas di menara pengatur lalu-lintas (ATC) tidak bisa menjangkau landas parkir (apron) dan landas hubung (taxi way). 

Direktur Utama PT Angkasa Pura II, Budi Sumadi, saat ditemui usai pemeriksaan lapangan (ramp check) pesawat terbang di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Rabu, mengatakan, kamera pengintai itu memiliki kemampuan memantau dalam keadaan hujan dan gelap.

"CCTV (kamera pengintai) yang kami miliki itu salah satu spesifikasinya memiliki kemampuan memantau dalam keadaan gelap dan hujan," katanya.

Sumadi mengatakan, sistem itu sudah digunakan di Terminal 3 yang sudah ada.

Namun, saat ini ia menunggu rekomendasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub terkait penerapan sistem pengoperasian pesawat di sisi udara, baik di landas parkir maupun landas hubung.

"Mungkin Kementerian Perhubungan ingin sistem yang lebih aman, sehingga ada suatu persyaratan (tertentu). Kami akan diskusi apa yang menjadi solusi," katanya.

Sementara itu, ditemui terpisah, Direktur Navigasi Penerbangan Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, menyarankan untuk membuat sub tower mengingat tinggi garbarata yaitu 12 meter melebih dari tinggi menara ATC yang hanya tujuh meter.

"Kalau dari penglihatan langsung ATC tidak terlihat, karena itu solusinya seperti di Pontianak menggunakan sub tower," katanya.

Namun, lanjut dia, kelemahannya adalah risiko gangguan ketika cuaca buruk. "Nanti bisa jadi silau. Itu bahaya sekali," katanya.

Riyanto mengatakan, solusi kedua yang ditawarkan, yaitu penerapan airport surface movement ground control system (ASMGCS) atau radar permukaan, seperti yang diterapkan di Bandara Internasional Changi, Singapura.

"Dengan ASMGCS, bisa melihat melalui layar, pesawat terbang (ada) di mana," katanya. Dia merekomendasikan penerapan sistem sesegera mungkin tersebut karena tingkat keselamatannya yang tinggi.

Namun, lanjut dia, kekurangannya adalah sistem radar permukaan di Indonesia masih tingkat 1, sementara harusnya minimal tingkat 2.

"Semua kendaraan yang ke situ (sisi udara) harus dipasang transponder agar terlacak," katanya.

Direktur Utama Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/Airnav Indonesia), Bambang Tjahjono, mengatakan pihaknya akan segera menaikkan tingkat ASM GCS ke tingkat 2.

"Namun, sambil menunggu peningkatan level ini, solusinya seluruh kendaraan yang beroperasi harus memasang squitter," katanya.

Dia mengatakan tidak semua bandara harus menerapkan sistem ATC berdasarkan visual, penerapan radar permukaan tersebut juga lazim di berbagai negara.

"Berdasarkan CASR (Civil Aviation Safety Regulations), semua pengaturan navigasi harus terlihat dengan mata atau menggunakan radar, karena sama saja semuanya akan kelihatan," katanya. 

Pewarta: Juwita Rahayu
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016