Jakarta (ANTARA News) - Dua orang staf pribadi anggota DPRD DKI Jakarta tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan keterangan sebagai saksi dugaan korupsi pemberian hadiah terkait pembahasan Raperda Pantai Utara Jakarta dengan tersangka mantan Ketua Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi.

Jahja Djokdja, staf pribadi anggota DPRD DKI Fraksi Hanura Mohammad Sangaji alias Ongen Sangaji, dan staf pribadi Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi bernama Max Pattiwael,  seyogyanya akan dikonfirmasi mengenai pengetahuan mereka seputar pertemuan-pertemuan DPRD dengan pihak lain.

"Penyidik ingin konfirmasi kegiatan dua orang itu apa saja terkait pembahsan raperda dan pertemuan antara anggota DPRD dengan pihak lain yang ditengarai membahas raperda," tambah Yuyuk.

Dalam dakwaan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja disebutkan bahwa pada awal Desember 2015, terjadi pertemuan Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta dengan sejumlah pengusaha yang dihadiri Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta merangkap Ketua Balegda Mohamad Taufik, anggota Balegda Mohamad Sanusi, Ketua DPRD Prasetyo Edy Marsudi, anggota Balegda Mohamad Sangaji alias Ongen Sangaji dan Ketua fraksi PKS Selamat Nurdin dengan pendiri Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma dan Ariesman untuk membahas percepatan pengesahan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).

Tujuan pertemuan itu adalah agar aturan mengenai tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) total lahan yang dapat dijual diubah bahkan dihilangkan.

Pada 1 Maret kembali diadakan pertemuan di kantor Agung Sedayu Group antara Aguan, anak Aguang Richard Haliem Kusuma dan Sanusi yang membahas permintaan Ariesman yaitu agar kontribusi 15 persen dari NJJOP dihilangkan, namun dijawab Sanusi hal tersebut tidak bisa dihilangkan namun diatur dalam peraturan gubernur.

Ariesman pun menjanjikan Rp2,5 miliar kepada Sanusi jika pasal tambahan kontribusi dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi. Sanusi pun pada 4 Maret 2016 mengubah rumusan penjelasan pasal 110 ayat (5) huruf c yang semula "cukup jelas" menjadi "tambahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang".

Namun saat Ahok membaca kertas itu pada 8 Maret 2016 menyatakan penolakan dan kemudian menuliskan disposisi "Gila kalau seperti ini bisa pidana korupsi" selanjutnya memerintahkan Sekretaris Daerah Saefullah untuk menyerahkan disposisi ke Mohamad Taufik.

Selanjutnya Taufik mengubah lagi penjelasan pasal 110 ayat 5 huruf (c) berbunyi "cukup jelas" menjadi ketentuan pasal 111 ayat (5) huruf c dengan kalimat penjelasan "yang dimaksud dengan kewajiban tambahan kontribusi adalah kewajiban yang disepakati dalam perjanjian kerja sama antara Pemda dan Pemegang Izin Reklamasi dalam rangka penataan kembali daratan Jakarta terkait dengan pelaksanaan konversi kewajiban konstruksi" dan menyampaikannya kepada Sanusi.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016