Jakarta (ANTARA News) - Analis pasar uang Lukman Leong menilai tekanan mata uang seperti rupiah terhadap dolar AS akibat referendum Inggris yang menghasilkan keputusan untuk keluar dari Uni Eropa (Britain to Exit/Brexit) hanya sementara.

"Hasil referendum Inggris itu menambah ketidakpastian sentimen mengingat kenaikan suku bunga AS (Fed fund rate) juga belum ada sinyal kapan direalisasikannya," ujar Lukman Leong yang juga analis dari PT Platon Niaga Berjangka di Jakarta, Jumat.

Ia menambahkan bahwa investor juga cenderung memburu logam mulia untuk mengamankan nilai asetnya agar tidak tergerus. Namun, perpindahan aset berisiko itu diproyeksikan hanya bersifat sementara mengingat hubungan dagang Indonesia dan Inggris nilainya tidak terlalu besar sehingga dampak negatif terhadap mata uang domestik tidak akan lama.

"Jadi, pelemahan rupiah pada akhir pekan (Jumat, 24/6) ini hanya faktor sentimen saja, bukan karena fundamental ekonomi Indonesia yang buruk, dengan demikian diproyeksikan imbas negatif Brexit hanya jangka pendek" katanya.

Tercatat, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, bergerak melemah sebesar 105 poin menjadi Rp13.353 dibandingkan posisi sebelumnya pada posisi Rp13.248 per dolar AS.

Lukman Leong menilai bahwa pelemahan rupiah hari ini (24/6) juga relatif masih terjaga dibandingkan mata uang negara-negara berkembang lainnya yang mengalami depresiasi lebih dalam.

"Brexit sempat menyebabkan sentimen negatif baru bagi investor asing yang menanamkan modalnya di negara berkembang, namun setelah itu akan ada penyesuaian kembali, investor akan mencermati faktor fundamental kondisi ekonomi Indonesia," katanya.

Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere menambahkan bahwa hal yang menjadi sorotan bagi Indonesia yakni dominasi dolar AS terhadap mata uang utama dunia.

"Dampak apresiasi dolar AS itu akan menekan rupiah yang dapat memicu kepanikan investasi pada aset berisiko," katanya.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016