... sudah sepakat, kalau nanti ada penyanderaan lagi kami boleh masuk...
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, mengatakan, personel TNI akan diizinkan memasuki wilayah Filipina apabila kembali terjadi penyanderaan WNI oleh militan dari negara kepulauan itu.

"Kami sudah sepakat, kalau nanti ada penyanderaan lagi kami boleh masuk," kata Ryacudu, saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, di Jakarta, Selasa siang. Artinya, untuk yang kali ini --pada ABK kapal tongkang Charles 001 dan kapal tunda Robby 152, TNI belum bisa masuk ke sana. 

Pada 21 Juni lalu, meredak kabar tidak sedap: terjadi lagi penculikan dan penyanderaan disertai tuntutan uang tebusan Rp6,5 miliar atas tujuh WNI yang bekerja sebagai ABK di kapal tunda Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152, di perairan Laut Sulu, Filipina Selatan. 

Pemerintah baru mengonfirmasi penculikan ketiga WNI di sana ini pada 24 Juni lalu, setelah perbedaan di antara pejabat puncak Indonesia saat memberi informasi kepada publik. Peristiwa penculikannya kemudian diketahui pasti terjadi pada 21 Juni dengan dua serangan. 

Ini adalah penculikan yang ketiga kali pada WNI pelaut yang mencari nafkah sebagai ABK kapal. 

Baca Juga : TNI benarkan kabar WNI disandera lagi

Ryacudu menjelaskan, kesepakatan itu dicapai usai dilakukan pertemuan tiga menteri pertahanan dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina pada pekan lalu. Konstitusi Filipina menyatakan larangan militer asing beroperasi secara langsung di negaranya. 

"Mereka setuju, memang sudah ada daftar hukumnya, masuk dalam ASEAN, dan pertemuan kemarin dengan menteri-menteri pertahanan di Laos dan terakhir di Singapura, dan konkritnya di Filipina. Dengan penyanderaan ini, sebagaimana keputusan bersama, setuju kami masuk ke laut. Kemudian nanti akan kami tindak lanjuti ke darat," ujarnya.

Dari kedua penculikan WNI yang pertama, semua sandera bisa dibebaskan dari kelompok yang disebut-sebut sempalan milisi Abu Sayyaf. Semua penculikan itu menuntut uang tebusan.

Pemerintah hingga kini tidak pernah mengungkap bagaimana WNI disandera itu bisa dibebaskan. Keterangan resmi dari pemerintah adalah seperti yang dinyatakan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, bahwa itu ditempuh melalui "diplomasi menyeluruh". 


Berbagai kalangan di Tanah Air menilai, sudah saatnya pemerintah lebih terbuka soal ini agar Indonesia tidak dijadikan sapi perah para milisi di Filipina Selatan. Pada faktanya, WNI yang diculik adalah ABK kapal tongkang dan kapal tunda yang tidak bisa berlayar cepat. 

Kapal-kapal itu mengangkut batu bara dari pelabuhan asalnya di Kalimantan Timur menuju Filipina Selatan guna memenuhi keperluan energi listrik di sana. 

Pewarta: Roy Bachtiar
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016