Jakarta (ANTARA News) - Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama TNI Wieko Syofyan, mengatakan, pemerintah Indonesia dan Malaysia perlu segera berkonsultasi dan berkoordinasi tentang penentuan batas-batas wilayah udara yang boleh dilintasi pesawat kedua negara menyusul insiden pengusiran pesawat C-130 Hercules Malaysia oleh dua pesawat tempur F-16 TNI AU di atas Natuna, Sabtu (25/6).

"Pengusiran terpaksa dilakukan, karena pesawat Hercules Tentara Udara Diraja Malaysia nomor TUDM 12-30 itu, terdeteksi radar TNI AU, yaitu Satuan Radar 212 Ranai dan Satrad 213 Tanjung Pinang melintas wilayah udara Natuna tanpa ijin," kata dia, di Jakarta, Selasa.

Pengusiran tersebut, kata Wieko, sempat mendapat respon pemerintah Malaysia, dimana menurut mereka pesawatnya tidak melanggar wilayah udara Indonesia di atas Natuna.

"Sementara dari pantauan radar TNI AU yang ada di Natuna dan Tanjung Pinang, jelas pesawat C-130 Hercules TUDM 30-12 ini telah memasuki wilayah udara Indonesia dan diidentifikasi sebagai pesawat asing tidak mengantongi ijin melintas wilayah udara NKRI," katanya.

Mencermati perbedaan pandangan ini, lanjut dia, sudah saatnya kedua negara Indonesia-Malaysia, segera duduk bersama untuk melakukan konsultasi dan pembahasan mengenai koridor batas-batas wilayah udara yang diperbolehkan bagi pesawat negara (Indonesia-Malaysia) melintas di atas Natuna.

"Konsultasi ini penting, karena sebenarnya, aturan yang mengikat tentang ijin lintas bagi pesawat negara di atas Natuna sudah tertuang dalam perjanjian bilateral 1982 tentang Rezim Hukum Negara Nusantara dan Hak-Hak Malaysia di ruang udara di atas laut teritorial perairan Nusantara dan wilayah Republik Indonesia antara Malaysia Timur dan Malaysia Barat," paparnya.

Dalam pasal 8 perjanjian ini, tambah Wieko, hak akses dan komunikasi yang dapat dilaksanakan oleh pesawat udara negara meliputi hak lintas penerbangan tanpa terputus, cepat dan tidak terhalang melalui ruang udara di atas laut territorial, perairan nusantara dan wilayah Indonesia yang di antara Malaysia Timur dan Malaysia Barat.

Dengan demikian, bila pesawat Malaysia akan terbang untuk maksud tersebut tidak memerlukan clearance atau izin dari Indonesia, namun demikian kedua negara sampai saat ini belum melakukan kesepakatan tentang batas-batas wilayah udara yang disepakati sebagai lintas penerbangan dan manuver pesawat udara.

Oleh karena itu, TNI AU berpandangan dengan belum adanya kesepakatan ini, maka penerbangan pesawat C-130 Hercules TUDM 30-12 dapat dianggap sebagai pelanggaran udara.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016