... ada kerancuan dalam kemajuan oleh pemerintah baru...
Yangon, Myanmar (ANTARA News) - Pemerintah Myanmar yang dipimpin partainya Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), harus mengubah dan menanggalkan undang-undang yang mengancam kebebasan berpendapat, kata kelompok Pemantau Hak Asasi Manusia (HAM), dalam suatu laporan, Rabu.

Undang-undang yang mencakup mengenai telekomunikasi hingga fitnah sudah sering dimanfaatkan untuk menahan sedikitnya 70 orang pada bulan ini, menurut penyusun laporan, Linda Lakhdhir.

Penahanan dilakukan di tengah-tengah reformasi yang dijalankan oleh mantan Presiden Thein Sein dan NLD, pemenang telak pemilu pada November, yang menguasai kedua parlemen dan menempatkan Suu Kyi sebagai pimpinan negara secara de-fakto.

"Menurut kami, ada kerancuan dalam kemajuan oleh pemerintah baru," kata David Mathieseon, seorang peneliti senior pada kelompok HAM, mengenai upaya NLD untuk menghapus hukum yang membatasi kebebasan berpendapat.

Sementara NLD mendapat pujian karena membebaskan banyak tahanan politik, "aturan hukum yang menekan" yang menggiring mereka ke balik terali besi, masih tetap kuat, kata Mathieson.

NLD membereskan banyak mantan aktivis dan para pembangkang, memangkas sejumlah aturan yang membatasi dan mengusulkan sejumlah perubahan lain, misalnya Hukum Berkumpul secara damai, yang memungkinkan aksi unjuk rasa yang dilarang selama pemerintahan junta sekarang bisa dilakukan. 

Namun, NLD masih menerapkan batas-batas, yang kemudian digunakan untuk menangkap dan memenjarakan banyak pengunjuk rasa.

Usul perubahan dari NLD tentang undang-undang merupakan suatu kemajuan, kata kelompok HAM, tetapi belum melangkah jauh.

Rancangan undang-undang sudah dibahas di parlemen yaitu akan menghukum demonstran yang menyebarkan informasi "salah" dan membatasi mereka uang membelokkan slogan-slogan yang sudah ditetapkan pihak berwenang.

Terdapat juga masalah dalam undang-undang telekomunikasi yang melarang pemakaian jaringan telepon untuk "mengancam, memfitnah, mengganggu dan intimidasi serta memberikan pengaruh tidak benar".

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016