New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia mencatat kenaikan kuat untuk hari kedua berturut-turut pada Rabu (Kamis pagi WIB), karena persediaan minyak mentah Amerika Serikat turun lebih besar daripada yang diperkirakan dan ketakutan Brexit mulai surut.

Harga minyak menguat akibat berkurangnya kekhawatiran tentang keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa dan dampaknya pada ekonomi global.

Kenaikan minyak dipercepat setelah Departemen Energi AS melaporkan persediaan minyak mentah komersial negara itu turun 4,1 juta barel menjadi 526,6 juta barel dalam pekan yang berakhir 24 Juni. Penurunan tersebut sekitar dua kali lebih besar dari yang diharapkan.

Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus, melonjak 2,03 dolar AS menjadi berakhir di 49,88 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Di London, minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus, patokan global, menetap di 50,61 dolar AS per barel, juga naik tajam 2,03 dolar AS dari penutupan Selasa.

Penurunan persediaan minyak mentah itu merupakan yang keenam minggu berturut-turut di Amerika Serikat, konsumen minyak mentah terbesar di dunia, sebuah kabar baik mengejutkan di tengah kekhawatiran tentang pasokan global yang melimpah.

"Itu bullish dengan sendirinya," kata Bob Yawger dari Mizuho Securities USA. Tapi dia juga menunjuk penurunan tajam dalam produksi minyak mentah AS 55.000 barel per hari.

"Itu adalah penurunan terbesar dalam produksi dalam negeri sejak Februari, sehingga jumlah itu sangat penting," katanya.

Pasar minyak mencerminkan "rebound" di pasar saham AS dan Eropa untuk hari kedua dari aksi jual brutal setelah Inggris secara mengejutkan memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa pada Kamis (23/6) lalu.

Para analis juga menyoroti pemicu kenaikan pasar dari ancaman pemogokan di Norwegia yang akan mempengaruhi persediaan, serta penutupan dua anjungan lepas pantai di Teluk Meksiko AS.

"Kemungkinan pemogokan di sektor hulu Norwegia, di mana perselisihan pembayaran yang melibatkan lebih dari 700 pekerja di tujuh ladang produksi, memiliki potensi untuk mempengaruhi produksi minyak gabungan sekitar 280.000 barel per hari -- hampir seperlima dari produksi negara itu," kata analis di JBC Energy, demikian AFP.

(T.A026)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016