Beijing (ANTARA News) - Tiongkok menyatakan tidak akan mengakui putusan yang akan dikeluarkan Mahkamah Arbitrase Internasional pada 12 Juli mengenai tuntutan Filipina setelah Tiongkok meningkatkan program pembangunan lapangan udara dan fasilitas militer di Kepulauan Spratly di Laut China Selatan, yang kepemilikannya diklaim oleh enam negara.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hong Lei dalam pernyataan tertulis yang diterima Antara di Beijing, Kamis, menegaskan bahwa tindakan Filipina mengajukan persoalan Laut China Selatan ke pengadilan arbitrase internasional "ilegal dan tidak berdasar sama sekali."

"Proses persidangan yang didasarkan pada tindakan yang tidak legal menghasilkan keputusan yang juga tidak memiliki legalitas secara internasional. Dan karenanya Tiongkok tidak akan mengakui, karena Tiongkok tidak berpartisipasi dalam hal tersebut," katanya.

Hong Lei menegaskan Arbitrase Internasional tidak memiliki yurisdiksi terhadap sengketa di Laut China Selatan antara Tiongkok dengan negara-negara lain yang bersengketa di wilayah perairan tersebut.

"Jadi, secara legal keputusan tersebut tidak mengikat dan Tiongkok tidak akan pernah menerima serta melaksanakan keputusan yang nanti akan dihasilkan," tuturnya.

Pengadilan arbitrase internasional (Permanent Court of Arbitration/PCA) di Den Haag di laman resminya menyatakan keputusan kasus sengketa itu akan disampaikan pada 12 Juli 2016 dan bahwa keputusan majelis pertama akan dikirim lewat surel ke kedua pihak terkait.

Tiongkok menggerakkan mesin diplomasinya untuk mencari "dukungan" sejumlah negara tentang sikap dan posisinya di Laut China Selatan dan mengklaim telah mendapat dukungan dari 40 negara.


Pewarta: Rini Utami
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016