Jakarta (ANTARA News) - Kelompok pengembang yang menamakan diri Paguyuban Pengembang diketahui pernah mendatangi Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah DKI Jakarta Gamal Sinurat untuk meminta percepatan proses Rancangan Peraturan Daerah tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

"Pada suatu hari di kantor, sekretaris menyampaikan ada tamu dari pengembang reklamasi jumlahnya kurang lebih lima orang. Saya terima lima sampai enam orang itu kami hanya bertemu 5 s.d. 10 menit yang prinsipnya mereka dari paguyuban pengembang minta kepada saya untuk mempercepat proses raperda ini," kata Gamal dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu.

Gamal menjadi saksi dalam kasus suap Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan pegawainya, Trinanda Prihantoro, yang didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi sebesar Rp2 miliar agar mengubah pasal Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).

"Saya kenal tetapi tidak tahu namanya. Jadi, saya sampaikan pemprov ingin segera menyelesaikan penetapan raperda tersebut. Saya mengatakan akan diupayakan ke pemprov untuk melakukan karena yang berkepentingan bukan hanya pemprov, melainkan juga dewan," ungkap Gamal.

Ia mengatakan bahwa pertemuan itu terjadi pada tanggal 16 Maret 2016.

Dalam pembahasan RTRKSP itu, kontribusi dan tambahan kontribusi itu yang memicu ketidaksepakatan antara Pemrov dan DPRD DKI Jakarta. Pemprov DKI menghendaki agar kontribusi tambahan sebesar 15 persen dikali dengan nilai jual objek pajak (NJOP) dikali total lahan yang dapat dijual, sedangkan Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD hanya mau tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari 5 persen total luas masing-masing pulau reklamasi.

Karena perbedaan pandangan itu, pada tanggal 11 Maret 2016 antara Sekretaris Daerah Saefullah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tuty Kusumawati, dan sejumlah pejabat pemprov lain melakukan pertemuan informal di kantor sekda bersama dengan pimpinan Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik.

"Pada tanggal 11 Maret ada diskusi antara saya, Ketua Balegda Pak Taufik, Kepala Bappeda, Kabiro Lingkungan Kota, Kabiro Hukum, dan lainnya di ruang kerja saya. Kami sampaikan bahwa Pak Gubernur tidak setuju dan ada disposisi Pak Gubernur, kami diskusi sampai 2 jam dan kami tetap tidak sepakat antara eksekutif dan legislatif," kata Saefullah yang juga menjadi saksi dalam perkara itu.

Selain soal kontribusi tambahan, setidaknya ada dua hal lain yang dipersoalkan oleh Balegda dan pemprov DKI Jakarta, yaitu mengenai keberadaan jalan arteri, tempat pengelolaan sampah terpusat, dan pemakaman.

"Ahli kami mengusulkan keberadaan pulau didukung dengan tiga jalan arteri yang ada di pulau dan di laut. Hal ini juga alot, tetapi akhirnya kami hilangkan. Eksekutif terima dengan sangat keberatan," katanya.

Selanjutnya, kata dia, mengenai pengeloaan sampah itu diminta terpusat. Eksekutif mengemukakan Pulau M di subkawasan tengah yang peruntukannya untuk bisnis jadi apa cocok ada tempat pengelolaan sampah terpusat apalagi pemakaman.

"Kami diskusi dan kami mengatakan menerima dengan terpaksa ada tempat pengelolaan sampah," kata Ketua Balegda Tuty dalam sidang.

Dalam perkara ini Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016