Aden, Yaman (ANTARA News) - Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi pada Minggu berikrar akan membebaskan ibu kota negara tersebut Sana'a, dari kekuasaan petempur kelompok dukungan Iran, Al-Houthi, dengan serangan militer dukungan Arab Saudi.

Dalam tindakan yang mengejutkan, Hadi tiba di Provinsi Marib di Yaman Utara, sekitar 170 kilometer di sebelah timur Sana'a bersama dengan Wakil Presidennya Jenderal Ali Muhsen dan menteri lain saat pasukan pro-pemerintah memasuki beberapa provinsi yang dikuasai anggota Al-Houthi.

Hadi mengatakan selama pertemuan dengan komandan senior dan pejabat pemerintah di Marib bahwa "kami akan menggagalkan setiap upaya untuk menciptakan Negara Persia di Yaman".

Ia juga mengumumkan dalam kunjungan pertamanya ke markas pasukan pemerintah dukungan Arab Saudi bahwa "kita akan berada di Ibu Kota Sana'a dalam waktu dekat".

Beberapa media yang berafiliasi kepada Arab Saudi mengumumkan tujuan kunjungan Hadi ke Marib ialah untuk mengawasi operasi habis-habisan militer guna merebut kembali Sana'a, dan membebaskan provinsi lain dari kekuasaan petempur Al-Houthi.

Seorang perwira militer mengatakan bala bantuan militer dalam jumlah banyak dengan dukungan puluhan kedaraan lapis baja pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi tiba pada saat yang sama ketika Hadi sampai di Marib.

Satu sumber yang dekat dengan Hadi mengkonfirmasi kepada Xinhua, "Presiden Yaman meminta delegasi pemerintah agar memboikot pembicaraan perdamaian yang difasilitasi PBB di Kuwait jika kemitraan dengan anggota Al-Houthi akan diterapkan atas kami."

Menurut sumber tersebut, Presiden Hadi dengan keras menolak visi terakhir PBB yang menyarankan pembentukan pemerintah koalisi dengan milisi Al-Houthi dan menganggapnya sebagai "upaya untuk mengabsahkan kudeta".

Perundingan perdamaian yang difasilitasi PBB dan bertujuan mengakhiri perang saudara di Yaman secara resmi dihentikan pada penghujung Juni dan dijadwalkan dilanjutkan pada Jumat di Kuwait setelah jeda dua pekan.

Pada 29 Juni, Utusan Khusus PBB untuk Yaman Ismail Ould Cheikh mengatakan, "Pembicaraan akan memasuki tahap baru dalam beberapa pekan ke depan. Semua delegasi akan bertemu dengan pemimpin mereka dalam dua pekan ke depan dan akan kembali ke Kuwait pada 15 Juli."

Ould Cheikh menambahkan, "Semua delegasi harus kembali dengan langkah praktis berdasarkan rekomendasi pembahasan yang sebelumnya diadakan di Kuwait."

Beberapa pengamat politik mengatakan pembicaraan perdamaian yang diperantarai PBB dan diluncurkan di Kota Kuwait pada 11 April gagal mencapai terobosan nyata setelah dua bulan perundingan.

Delegasi pemerintah dengan keras menyatakan mereka mewakili satu-satunya pemerintah yang sah di Yaman, dan menyerukan penerapan penuh Resolusi 2216 Dewan Keamanan PBB tahun lalu.

Resolusi tersebut memerintahkan anggota milisi Al-Houthi untuk mundur dari Sana'a dan semua kota besar lain yang sebelumnya diduduki, menyerahkan senjata serta membebaskan tahanan politik sebelum pembentukan pemerintah peralihan pembagian kekuasaan.

Namun, milisi Al-Houthi dan sekutunya mengatakan mereka "mewakili penguasa de fakto negeri itu" dan mendesak dilakukannya pembentukan pemerintah peralihan baru sebelum pembahasan penarikan dari kota besar serta topik lain.

(Uu.C003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016