Jakarta (ANTARA News) - Sandara (31) (bukan nama sebenarnya) tak menyangka rumah sakit tempat kedua buah hatinya mendapatkan vaksin termasuk dalam 14 fasilitas kesehatan yang menjadi distributor vaksin palsu.

"Perasaan jelas kesal. Menganggu kerja. Tetapi sekarang tenang saja dulu," ujar dia, kepada ANTARA News, di Jakarta, Jumat. 

Kementerian Kesehatan, kemarin, telah mengungkap 14 rumah sakit yang memberi vaksin palsu kepada pasien-pasiennya. Semua rumah sakit itu di Jakarta, dan polisi telah menetapkan dua dokter sebagai tersangka perdagangan dan peredaran vaksin palsu itu. 

Pada sisi lain, banyak yang mempertanyakan fungsi pengawasan pemerintah atas peredaran dan perdagangan vaksin palsu di rumah sakit itu. Seorang ibu, warga negara Indonesia yang bermukim di Amerika Serikat, namun memvaksin anak-anaknya di Indonesia selama periode peredaran dan perdagangan vaksin palsu itu meminta pertanggungjawaban pemerintah. 

Ibu itu, Eva Masrieva, menuangkan kegundahan dan kekhawatiran sekaligus gugatannya di akun facebook-nya secara terbuka.  

Kedua anak Sandara telah mendapatkan imunisasi lima dasar lengkap setahun pertama di RS Harapan Bunda, Jakarta Timur. Anak pertama yang kini berusia empat tahun mendapatkan vaksin di 2012-2013 lalu. Sementara anak kedua yang kini menginjak usia 1,5 tahun di 2015.

Biaya yang sudah dia keluarkan terbilang tak sedikit, Rp 400 ribu-700 ribu untuk sekali vaksin. Sementara untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap setidaknya anak harus diberikan vaksin hepatitis B, Polio, BCG, DPT dan Campak.   

"2012-2013 yang anak pertama. Anak kedua tahun 2015. Keduanya sudah mendapat lima dasar lengkap setahun pertama," kata Sandara.

Anak mudah terkena flu
Kendati belum dapat memastikan apakah memang kedua buah hatinya mendapatkan vaksin palsu, namun di tahun pertama, kedua anaknya seringkali mengalami dan tertular flu.

"Keluhan hanya di awal tahun pertama sering sakit flu. Kalau sekarang juga ya flu saja. Dulu juga sempat kena alergi. Tetapi enggak tahu ya apa ada hubungan sama vaksin palsu atau enggak. Kalau flu biasanya karena virus ya. Jadi kalau sampai parah sekali baru saya berobat. Kalau hanya flu biasa, sembuh sendiri," tutur dia.

"Saya juga berpikir lagi ada tidak ya penyakit setelah vaksin. Kalau ada yang sakit flu di rumah, dia (anak) juga sakit. Kalau satu flu yang satu lagi pasti kena. Kan tidur sekamar," kata Sandara.

Dia menyakini pernyataan Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr Aman B. Pulungan bahwa kandungan dalam vaksin palsu sejauh yang diketahui saat ini yakni NaCl, anti Pertusis dan hepatitis B dalam vaksin DPT tak berefek samping bagi anak yang terlanjur terpaar vaksin palsu.  

Efek buruk yakni infeksi baru terjadi bila pengolahan vaksin dilakukan tak steril. Selain itu, anak yang terpapar vaksin tak mendapatkan kekebalan sebagaimana seharusnya.

"Sejauh ini saya percaya sama Dr Aman ya. Mudah-mudahan enggak bahaya ya. Kalau masalah mudah tertular kan masalah kekebalan tubuh di saat itu. Anak enggak pernah panas sehabis divaksin karena mintanya yang enggak (membuat) panas. Eh enggak tahunya kabarnya itu yang palsu ya?," ungkap dia. 

Sambut solusi pemberian vaksin ulang

Khawatir dengan kondisi kedua buah hatinya, Sandara berniat mendatangi RS Harapan Bunda bersama suaminya, besok. Di sana dia ingin mendapatkan informasi selengkap mungkin soal vaksin yang dipalsukan. Kemudian, melakukan pembicaraan baik-baik dengan pihak rumah sakit untuk mendapatkan solusi terbaik

Dia menyambut baik usulan IDAI dan Kementerian Kesehatan untuk melakukan vaksin ulang pada mereka yang terbukti menjadi korban vaksin palsu.

"Saya ingin tanya detil vaksinya yang palsu apa saja. Baru minta vaksin ulang. Kalau anak saya tak terbukti kena yang palsu, kan tidak perlu vaksin ulang," kata dia. 

Sebelumnya, Sandara telah menghubungi pihak rumah sakit dan diminta meninggalkan identitas berupa nama anak, tanggal lahir anak beserta nomor telepon yang bisa dihubungi.  dan

"Nama anak saya, tanggal lahir sudah didata, beserta nomor telepon saya. Sejauh ini mereka bilang tidak pernah menjual vaksin palsu. Selalu beli dari distributor resmi. Karena ada oknum itu jadinya ada berita vaksin palsu. Mereka terbuka sih," tutur perempuan yang bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta Selatan itu. 

Hingga kini, dia mengaku tak habis pikir mengapa pelaku pemalsu vaksin tega melakukan hal yang merugikan anak-anak di Indonesia. Kendati begitu, dia berharap kedua buah hatinya baik-baik saja dan tumbuh berkembang tanpa keterlambatan apapun.

"Heran saja sama pelakunya. Mengapa bisa berbuat seperti ini sih. Enggak berpikir bagaimana dampaknya. Hanya berpikir kesenangan mereka saja. Enggak mikirin anak orang lain," kata dia, geram.

"Insya Allah enggak ada masalah sama anak. Mereka ceria dan enggak ada keterlambatan apa-apa," pungkas Sandara.


Berdasarkan data Kementrian Kesehatan ke-14 rumah sakit yang terbukti terlibat kasus vaksin palsu yakni:

1. RS Karya Medika, Tambun
2. RS Kartika Husada, Bekasi
3. RS Sayang Bunda, Pondok Ungu, Bekasi
3. RS Multazam, Bekasi
4. RS Permata, Bekasi
5. RS Elisabeth, Bekasi
6. RS Hosana, Bekasi
7. RS Dr. Sander, Cikarang, Bekasi
8. RS Bhakti Husada, Terminal Cikarang, Bekasi
9. RS Hosana Lippo, Cikarang, Bekasi
10. RSIA Gizar, Bekasi
11. RSIA Puspa Husada
12 RS Sentral Medika, Gombong
13 RS Harapan Bunda, Ciracas, Jakarta Timur
14 RS Hosana, Jalan Pramuka, Bekasi


Pewarta: L Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016