Yang kita dapati sekarang adalah seseorang yang tidak tercatat dalam info intelijen ..."
Nice, Prancis (ANTARA News) - Otoritas Prancis berupaya menyelidiki kemungkinan adanya komplotan pembantu pria keturunan Tunisia, yang menjadi pelaku memacu truknya ke kerumunan massa di tengah perayaan Hari Bastille dan menewaskan 84 korban jiwa.

Serangan pada Kamis malam (14/7) di Riviera, Nice, itu menimbulkan duka baru bagi Prancis setelah ketakutan akibat serangan bersenjata yang menewaskan 130 nyawa di Paris delapan bulan silam belum juga reda. Aparat keamanan menilai serangan tersebut memperlihatkan karakteristik militan yang mengatasnamakan kelompok ISIS.

Serangkaian serangan sempat terjadi Brussels empat bulan silam, sehingga mengejutkan Eropa bagian Barat, yang sudah dilanda kekhawatiran tantangan keamanan menyusul imigrasi besar-besaran, yang seolah membuka perbatasan dan kantung kalangan radikal ISIS.


Pelaku serangan, Mohamed Lahouaiej Bouhlel (31), ditembak mati oleh petugas keamanan di tempat. Ia diketahui memiliki catatan kriminal ringan, yakni aksi emosional di jalan dengan melemparkan papan kayu kepada pengguna jalan lain dan dikenai hukuman percobaan tiga bulan.

Namun, polisi Prancis sebelumnya mencatat, Bouhlel tidak tercantum sebagai orang yang dicurigai memiliki hubungan dengan kalangan militan.

Penyelidikan "akan berusaha menentukan apakah ia mendapat bantuan dari komplotannya," kata jaksa antiteror Paris Francois Molins.

Ia menimpali, "Penyelidikan juga akan mencari tahu apakah ia memiliki ikatan dengan organisasi teroris yang kerap mengatasnamakan Islam."

"Meski belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan kemarin, hal semacam ini sangat berkesesuaian dengan seruan untuk membunuh khas organisasi semacam itu," ujar Molins.

Saat ini mantan istri yang melahirkan tiga anak Bouhlel telah diamankan polisi, sementara petugas juga menemukan satu pucuk senjata api dan berbagai senjata mainan di truknya.


Sementara itu, Perdana Menteri Prancis Manuel Valls justru mengatakan dalam wawancara berita malam bahwa Bouhlel "dengan cara apapun" terkait dengan kelompok Islam radikal.

"Ya, itu adalah aksi teroris dan kami harus memeriksa apa kaitannya dengan organisasi teroris," ujarnya.

Tak hanya Valls, Presiden Francois Hollande juga menyebutnya sebagai serangan teror, namun hingga Jumat petang petugas keamanan setempat masih belum bisa menemukan bukti langsung keterkaitan Bouhlel dengan kalangan kelompok radikal.

Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve saat dimintai konfirmasi keterkaitan motif penyerangan dengan aksi mengatasnamakan Islam, ia mengatakan: "Tidak. Yang kita dapati sekarang adalah seseorang yang tidak tercatat dalam info intelijen memiliki aktivitas terkait kelompok jihad."

Sementara itu sumber dekat Washington mengatakan serangan tersebut dilakukan oleh pelaku tunggal yang terinspirasi namun tidak berkaitan langsung dengan ISIS, demikian Reuters.

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016