Jakarta (ANTARA News) - MPR RI merespons aspirasi elemen masyarakat yang mengusulkan amendemen terbatas UUD NRI 1945 yang didasari pada kekhawatiran arah pembangunan negara kedepan semakin tidak jelas.

"Para pemangku pemerintahan di daerah bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan tidak sinkron," kata mantan Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid, pada diskusi "Menguji Komitmen MPR Soal UUD NRI 1945" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.

Menurut Farhan, kekhawatiran tersebut disampaikan berbagai elemen masyarakat yang kemudian mengusulkan bahwa perlu dihidupkan lagi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) agar arah pembangunan negara dapat fokus dan terarah.

Kekhawatiran tersebut disampaikan ke MPR RI, kata dia, karena pesimis masa depan Indonesia menjadi semakin tidak jelas.

Farhan menegaskan, MPR RI periode 2009-2014, pada akhir periodenya membuat rekomendasi, di antaranya, amendemen terbatas UUD NRI 1945.

Pimpinan Lembaga Pengkajian MPR RI dari unsur DPD RI ini menambahkan, MPR RI periode 2014-2019 kemudian melanjutkan rekomendasi tersebut, dengan mencari masukan dari para pakar maupun lembaga-lembaga negara yang terkait.

"MPR RI melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia dan diskusi-diskusi soal amendemen UUD NRI 1945," katanya.

Menurut dia, dalam diskusi-diskusi tersebut, wacana menghidupkan kembali GBHN semakin menguat.

Kemudian, rapat kerja nasional (Rakernas) PDI Perjuangan di Jakarta, Desember 2015, juga merekomendasikan, amendemen terbatas UUD NRI 1945.

Menurut Farhan, MPR menyikapi usulan elemen masyarakat bahwa perlu menghidupkan kembali GBHN untuk panduan arah pembangunan negara agar semakin fokus dan terarah.

"Dengan adanya GBHN, maka arah pembangunan nasional hingga 50 tahun kedepan, dapat diarahkan," katanya.

MPR sudah membuat jadwal, proses amendemen UUD NRI 1945 sudah akan akan dilakukan mulai September 2016.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016