Sleman (ANTARA News) - Ketua MPR Zulkifli Hasan mengaku dirinya menyetujui penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu, namun menilai hal tersebut tidak mengharuskan pemerintah meminta maaf kepada pihak manapun yang terlibat di dalamnya.

Hal itu diutarakan Zulkifli saat dimintai komentar terkait putusan Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) 1965 yang dikeluarkan pada Rabu (20/7) di Den Haag, Belanda, yang salah satu rekomendasinya adalah Indonesia harus meminta maaf kepada korban, penyintas dan keluarga tragedi 1965.

"Apa harus minta maaf? Kan tidak. Itu pengadilan yang tidak resmi dan tidak mengikat," kata Zulkifli selepas menghadiri Jambore Nasional Kader dan Pendekar Tapak Suci Putera Muhammadiyah di Bumi Perkemahan Wonogondang, Sleman, Jumat.

Lebih jauh, Zulkifli mengatakan apabila pemerintah Indonesia mengikuti rekomendasi tersebut dan menyampaikan permintaan maaf maka hal tersebut dinilainya sebagai sesuatu yang berlebihan.

"Saya kira begini, memang kita harus menyelesaikan pelanggaran ham masa lalu agar tidak ada beban sejarah. Tetapi jangan juga melakukan sesuatu yang berlebihan," katanya.

Pasalnya apabila pemerintah menyampaikan permintaan maaf, hal tersebut tak ubahnya mengorek kembali luka masa lalu.

"Keadaan yang sudah baik ini, luka lama yang dalam jangan kita korek-korek terus. Saya setuju kita menyelesaikan pelanggaran HAM berat, tapi jangan membangkitkan luka lama yg tentu akan membuat sulit berbagai pihak," katanya.

"Selesaikan pelanggaran HAM masa lalu tidak dengan memaksakan kehendak dari satu pihak atau pihak lainnya," pungkas Zulkifli.

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016