Depok (ANTARA News) - Kudeta lanjutan di Turki setelah upaya kudeta gagal pada 15 Juli diperkirakan tidak terjadi karena banyaknya dukungan dari negara lain kepada Turki serta sebagian besar masyarakat Turki tidak menginginkan kudeta.

"Adakah upaya kudeta lanjutan? Tidak akan. Erdogan dan Obama punya keunikan, Erdogan pemimpin muslim baru dan banyak harapan di tangan dia. Sintesa demokrasi dan islam," ujar Direktur Eksekutif Madani Center for Development and International Studies (MACDIS) Arya Sandiyudha di Depok, Jumat.

Ia menuturkan Presiden AS Barack Obama merupakan orang pertama yang mengeluarkan sikap anti kudeta atas terjadinya upaya kudeta di Turki.

Menurut dia, AS memiliki kepentingan strategis di Turki sehingga mendukung pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Kepentingan tersebut adalah agenda besar melawan ISIS di Turki serta pangkalan NATO.

"AS dan aliansinya melawan ISIS dilancarkan ke situ, jadi mereka tidak menginginkan kudeta di masa depan, selain itu pengalaman kudeta hanya mengakibatkan distabilitas ekonomi dan politik," tutur Arya.

Presiden Obama, ujar dia, juga bersikap konsisten dengan tidak mengomentari kebijakan Presiden Erdogan yang melarang tokoh-tokoh pendidikan keluar negeri dan melakukan penangkapan.

Selanjutnya, salah satu penyebab gagalnya kudeta pekan lalu adalah adanya polarisasi faksi masyarakat dan masyarakat bulat tidak menginginkan kudeta.

"Anti Erdogan tidak berati pro kudeta. Polarisasi masyarakat sipil terlalu banyak, polarisasi membuat dukungan berhasil digiring antikudeta," kata dia.

Sementara itu, Presiden Erdogan pada Rabu (20/7) mengumumkan keadaan darurat selama tiga bulan setelah upaya kudeta gagal pada 15 Juli. Keadaan darurat akan berlaku setelah disetujui di Parlemen.

Presiden Turki tersebut menyeru rakyat agar tidak khawatir. Ia mengatakan pemerintah telah melakukan tindakan yang perlu, termasuk langkah ekonomi.

Upaya kudeta yang gagal, yang meletus pada Jumat lalu, dipadamkan hari berikutnya. Sedikitnya 290 orang, termasuk lebih dari 100 perencana kudeta, tewas, kata pemerintah.

Pewarta: Dyah Dwi A
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016