Rusia, jika kalian mendengarkan, saya harap kalian bisa menemukan 30.000 email yang hilang itu
Miami/Washington (ANTARA News) -  Calon presiden dari Partai Republik  Donald Trump mengundang Rusia untuk melacak ribuan email hilang sewaktu Hillary Clinton menjabat Menteri Luar Negeri AS. Tindakan dia tidak ayal membuat para pakar dan musuh-musuh politik dia menuduhnya sebagai orang berbahaya bagi AS karena meminta kekuatan luar memata-matai Amerika Serikat.

"Rusia, jika kalian mendengarkan, saya harap kalian bisa menemukan 30.000 email yang hilang itu," kata Trump kepada wartawan seperti dikutip Reuters.

Hillary yang menjadi lawan Trump pada Pemilu Presiden AS 8 November nanti seketika merespons pernyataan Trump ini dengan menyebut pengusaha real estate itu menjadi ancaman nyata bagi keamanan nasional AS.

Juru bicaraTrump, Jason Miller, lalu buru-buru meredakan ketegangan ini dengan mengatakan Trump tidak meminta Rusia meretas email Clinton.

Trump merujuk sistem email pribadi Clinton sewaktu menjadi menteri luar negeri pada 2009-2013. Dia menyerahkan ribuan email pada 2015 kepada pihak berwajib AS yang menyelidiki sistem ini, namun tidak menyerahkan sekitar 30.000 email yang dia sebut email pribadi dan tidak berkaitan dengan tugasnya.

Kemudian hasil penyelidikan FBI menyimpulkan tidak ada alasan untuk mengajukan dakwaan kriminal, namun Direktur FBI James Comey bulan ini mengatakan bahwa ada bukti Clinton sangat ceroboh dalam menangani informasi rahasia.

Dengan memokuskan perhatian pada drama email Clinton, Trump berusaha mengalihkan perhatian orang dari Konvensi Nasional Demokrat di Philadelphia di mana Presiden Barack Obama akan berbicara Rabu malam setempat atau Kamis pagi WIB ini dan Hillary Clinton diperkirakan akan menerima pencalonannya keesokan harinya.

Pada saat bersamaan, Trump menampik tudingan bahwa rilis email WikiLeaks yang memalukan Partai Demokrat pekan lalu adalah hasil rekayasa Rusia.

Pada pakar keamanan siber dan pejabat AS yakin ada bukti bahwa Rusia merekayasa rilis email sensitif partai itu demi mempengaruhi proses Pemilu Presiden di AS.

Trump justru menyebut China atau pihak lain yang berada di balik pembeberan email Demokrat itu, demikian Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016