Ankara/Istanbul (ANTARA News) - Kamis pekan ini Turki merombak angkatan bersenjatanya yang merupakan kedua terbesar di NATO dengan cara mempromosikan 99 kolonel menjadi jenderal atau laksamana, di samping memecat hampir 1.700 personel militer atas dugaan terlibat kudeta gagal dua pekan lalu.

Sekitar 40 persen jenderal dan laksamana telah dipecat sejak kudeta terjadi.

Perdana Menteri Turki Fikri Isik berkata kepada jaringan televisi NTV, Jumat waktu setempat, bahwa perombakan personel militer itu belum usai. Dia menambahkan bahwa para perwira pemikir kini menjadi target pembersihan pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Pembersihan juga terjadi pada kementerian-kementerian, sekolah dan universitas, polisi, pegawai negeri, dan media serta pengusaha.

17 wartawan resmi ditangkap Jumat kemarin atas dugaan memiliki kaitan dengan kudeta gagal, sedangkan empat wartawan kemudian dibebaskan kembali. Surat perintah penangkapan untuk belasan orang lainnya juga dikeluarkan belum lama pekan ini.

Jumlah pegawai pemerintah yang dicopot dari jabatannya sejak kudeta gagal itu kini sudah mencapai 66.000 orang, termasuk 43.000 orang di sektor pendidikan, lapor kantor berita Anadolu seperti dikutip Reuters.

Menteri Dalam Negeri Efkan Ala mengatakan sekitar 18.000 orang telah ditahan karena kaitannya dengan kudeta, dan 50.000 paspor telah dicabut. Sedangkan kementerian perburuhan tengah menyelidiki 1.300 pegawainya karena mungkin terlibat dalam kudeta.

Erdogan menuduh ulama yang tinggal di Amerika Serikat, Fethullah Gulen, telah membiakkan jaringannya ke sekolah-sekolah, yayasan-yayasan amal dan bisnis yang dibangun di Turki dan di luar negeri, demi menciptaka "negara bayangan" rahasia yang ditujukan untuk mengambilalih kekuasaan di Turki.

Erdogan sendiri dikitik tengah menggunakan pembersihan untuk menumpas perbedaan pendapat dan menguatkan cengkeraman kekuasaannya.

Dengan memiliki perbatasan darat yang panjang dengan Suriah dan Irak, Turki adalah bagian sangat penting dalam operasi militer pimpinan AS melawan ISIS.

Sebagai tempat penampungan jutaan pengungsi Suriah, Turki juga menjadi mitra Uni Eropa dalam mencegah banjir pengungsi ke Eropa yang terbesar sejak Perang Dunia Kedua.

Turki juga menjadi tempat bagi pasukan dan pesawat-pesawat tempur AS di Pangkalan Udara Incirlik dari mana AS membom ISIS di Irak dan Suriah. Operasi serangan udara itu kini untuk sementera terhenti menyusul kudeta gagal itu.

Demi menenangkan AS, Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu menyatakan bahwa angkatan bersenjata Turki yang bersih dari elemen Gulenis akan menjadikan militer Turki sebagai sekutu terpercaya dan efektif dalam melawan ISIS.

Namun di Turki justru berkembang sentimen anti-Amerika yang jika Washington menolak mengekstradisi Gulen, akan semakin keras.

Sejumlah demonstran yang berunjuk rasa di Pangkalan Udara Incirlik Kamis lalu meneriakkan "Allahu Akbar" dan "Terkutuk Amerika". Mereka juga membakar bendera AS, demikian Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016