Wina (ANTARA News) - Kanselir Austria Christian Kern, Rabu, mengatakan akan mulai pembahasan di antara kepala pemerintahan Uni Eropa untuk berhenti melakukan pembicaraan dengan Turki tentang keanggotaan negara itu di Uni Eropa karena kemerosotan demokrasi dan ekonomi di Turki.

Pemimpin Uni Eropa menyuarakan keprihatinan atas kebijakan Presiden Turki Tayyip Erdogan pada tersangka pembangkang setelah kudeta gagal pada bulan lalu, mengetahui pemikirannya untuk menghidupkan kembali hukuman mati di Turki, yang menjadi garis pembatasan keanggotaan Uni Eropa.

Kern mempertajam retorika penting dalam wawancara dengan penyiar media Austria ORF.

"Kami semua sangat disarankan untuk sekarang mengatakan bahwa kami menekan tombol reset," katanya, seraya menyebut pembahasan keanggotaan "fiksi diplomatik".

"Kita tahu bahwa standar demokrasi jelas tidak cukup untuk membenarkan keanggotaan (Turki) ... pertanyaan ekonomi setidaknya sama penting karena ekonomi Turki terlalu jauh dari rata-rata Eropa," katanya.

Ketika ditanya apakah Austria akan mengusulkan sebuah proposal untuk menghentikan pembicaraan keanggotaan pada pertemuan dewan Eropa pada 16 September, Kern mengatakan Austria akan "memulai diskusi tentang ini. Kami akan meminta konsep alternatif. "

Sebelumnya dilaporkan bahwa Pemerintah Turki menangguhkan, menahan atau menempatkan di bawah penyelidikan lebih dari 60.000 tentara, polisi, hakim, guru, pegawai negeri dan lain-lain sejak upaya kudeta 15 Juli.

Sementara itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Rabu mengumumkan keadaan darurat tiga bulan setelah kudeta gagal pada 15 Juli.

Presiden Turki tersebut menyeru rakyat agar tak khawatir, demikian laporan Xinhua. Ia mengatakan pemerintah telah melakukan tindakan yang perlu, termasuk langkah ekonomi.

Keadaan darurat akan berlaku setelah disetujui di Parlemen.

Kudeta gagal itu, yang meletus pada bulan lalu, dan sedikitnya 290 orang, termasuk lebih dari 100 perencana kudeta, tewas, kata pemerintah.

Erdogan juga mengatakan negara lain mungkin terlibat dalam upaya kudeta 15 Juli.

Presiden Turki tersebut mengatakan ia diberitahu mengenai upaya kudeta itu pertama oleh saudara iparnya dan reaksi pertamanya ialah tidak percaya.

Ia mengakui ada kelemahan intelijen dalam peristiwa tersebut. "Kalau saja ada laporan intelijen yang tepat, semua itu bisa mencegah upaya kudeta tersebut," kata Erdogan.

Erdogan mengatakan pemerintah telah mengirim permintaan kepada Pemerintah AS bagi ekstradisi Gulen. "Saya harap mereka akan melakukan tindakan sesegera mungkin," katanya menambahkan.

Presiden Turki juga mengatakan mungkin ada hubungan antara gerakan Gulen dan pilot yang menembak jatuh jet Rusia pada November lalu, demikian Reuters.

(G003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016