Jakarta (ANTARA News) - Seorang petugas sosial mengunjungi rumah perempuan paruh baya yang belakangan tak terdengar kabarnya, hanya demi mendapati si empunya rumah telah tergeletak tak bernyawa dengan sejumput rambut di genggaman tangannya.

Adegan tersebut berarti teror sang hantu legendaris yang keluar dari televisi melalui medium kaset video VHS kembali berkeliaran. Kaset tersebut belakangan jatuh ke dua sahabat Yuri Kurahashi (Mizuki Yamammoto) dan Natsumi (Aimi Satsukawa), sebagai "bonus" membeli pemutar VHS demi memindahkan video upacara pernikahan orang tua Natsumi dari format VHS ke DVD.

Sementara itu, keluarga Suzuka Takagi (Tina Tamashiro) baru pindah berdekatan dengan rumah hantu tempat hantu ibu-anak Kayako dan Toshio yang bergentayangan karena dibunuh sadis oleh suami/ayah mereka.

Satu per satu mayat bergeletakan. Satu per satu manusia hilang ditelan rumah hantu. Sebelum akhirnya dua sosok penebar teror itu terjebak dalam kondisi adu kesaktian dan kekuatan kutukan satu sama lain.

Saksikan kelanjutan nasib Yuri, Natsumi, Suzuka, Sadako, Kayako dan Toshio dalam "Sadako vs Kayako" yang akan mulai ditayangkan di bioskop-bioskop di Indonesia mulai 10 Agustus 2016.

Tren pertarungan
Semenjak tren film pahlawan super Hollywood menanjak dan menimbulkan dunia yang beririsan satu sama lain di layar perak, bersamaan dengan itu muncul film-film yang ide besarnya mempertarungkan antar tokoh-tokoh yang lebih akrab menjadi pemeran utama di judul masing-masing.

Marvel Cinematic Universe milik Marvel Studios di bawah Walt Disney Studios misalnya, punya "Captain America: Civil War" (2016), yang dalam kampanyenya selalu menggunakan gimmick Team Captain America melawan Team Iron Man. Film tersebut sangat sukses dan meraup tak kurang dari 1,152 miliar dolar AS dari pemutaran di seluruh dunia.

Hampir dua bulan sebelumnya, DC Extended Universe milik DC Films di bawah Warner Bros lebih dulu mengeluarkan "Batman vs Superman: Dawn of Justice" (2016), yang jelas-jelas di dalam judulnya menyematkan "vs" alias versus atau melawan dalam Bahasa Indonesia. Film arahan sutradara Zack Snyder itu hanya berhasil mengantongi 872,7 juta dolar AS saja.

"Sadako vs Kayako", awalnya disampaikan sebagai sebuah Lelucon April Mop yang disiarkan lewat laman resmi film "Ju-On: The Final Curse" (2015) film ke-11 dari seri horor populer Jepang tersebut pada 1 April 2015. 

Belakangan pada 10 Desember 2015 rumah produksi Kadokawa Daiei, pemilik serial horor populer "Ring", memastikan bahwa film itu betul-betul akan digarap. Maka, terwujudlah pertemuan antara dua sosok penebar teror tersebut di satu layar.

Kehadiran "Sadako vs Kayako" bisa ditanggapi dengan dua cara. Menganggapnya menumpangi arus film-film "pertarungan" ala pahlawan super atau justru mengingatkan kembali bahwa tren film persilangan bukanlah dominasi kalangan pahlawan super.

Sebab konsep mempertemukan dua tokoh utama serial horor sebetulnya bukan barang baru lagi, Hollywood sudah lebih dulu mempertemukan "Alien vs Predator" (2004) serta dua lakon utama dari serial "Friday the 13th" dan serial "A Nightmare on Elm Street" dalam "Freddy vs Jason" (2003).

Sementara "Alien vs Predator" (2004) berada di subgenre horor fiksi ilmiah berbumbu laga dan "Fredy vs Jason" (2003) memantapkan benar ketegasan subgenre horor jagal mereka, "Sadako vs Kayako" adalah subgenre horor khas Asia berbau supranatural.

Tak adil rasanya jika tak menyebutkan bahwa sebelum Sadako bertemu dengan Kayako sineas Indonesia lebih dulu menuangkan konsep pertemuan dua sosok hantu legendaris lokal dalam "Pocong vs Kuntilanak" (2008) arahan sutradara David Poernomo dan rumah produksi Mitra Pictures.

Namun demikian, rasanya tak adil juga jika membandingkan "Sadako vs Kayako" dengan "Pocong vs Kuntilanak". "Pocong vs Kuntilanak" memang tidak bagus-bagus amat, tetapi bukan itu persoalannya, melainkan "Sadako vs Kayako" lebih patut dibandingkan dengan "Freddy vs Jason".

Pasalnya, jika "Freddy vs Jason" adalah film ke-11 dari serial "Friday the 13th" dan kedelapan dari serial "A Nightmare on Elm Street", "Sadako vs Kayako" adalah film ke-12 dari masing-masing serial "Ring" dan "Ju-On".

Sutradara Koji Shiraishi punya tugas berat untuk menjaga tensi ketakutan yang diharapkan dapat ditimbulkan dari "Sadako vs Kayako" di film keselusin masing-masing seri tersebut, mengingat ciri sebuah serial horor selain tokoh yang sama adalah bangunan situasi dan ketegangan yang tak jauh berbeda antara satu sama lainnya.

Lantas muncul sebuah pertanyaan, apakah "Sadako vs Kayako" juga akan mengikuti tren lakon pertarungan antar pahlawan super. Jika perang antara tim Captain America dengan tim Iron Man bakal berdampak terhadap masa depan kelompok pahlawan super Avengers, sementara duel Batman vs Superman menjadi cikal bakal kelahiran Justice League, maka apakah pertarungan Sadako kontra Kayako akan mencetuskan kemunculan kelompok hantu legendaris? Bola berada di tangan Kadokawa Pictures dan para sineas Jepang, yang bukan tidak mungkin mencium pundi-pundi yen dari ide kelompok hantu legendaris.

Horor "menghibur"
Penikmat genre film horor Jepang tentu memiliki pangsa tersendiri di antara para pelanggan gedung bioskop. Bagi penggemar film horor Jepang, mungkin rasa takut bukanlah apa yang mereka cari kala menonton film-film berhantu dari Negeri Sakura tersebut.

Jika anda mencari sensasi menonton film horor yang dapat membangkitkan rasa takut atau ngeri, "Sadako vs Kayako" harus diakui gagal menimbulkan itu. Pola-pola pemancing rasa takut yang ada dalam 98 menit durasi film hampir setiapnya pernah dimunculkan dari film-film pendahulu serial tersebut.

Pengulangan adegan horor serupa tentu saja kadar seramnya akan menurun. Sejumlah kekacauan alih bahasa di subtitle yang disematkan di film itu juga jelas tak membantu, jika tak mau dibilang memperburuk.

Namun di sisi lain, dalam pemutaran perdana untuk pasar Indonesia di CGV Blitz Megaplex Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (4/8) malam, ada fakta lain yang memperlihatkan bahwa penikmat sinema Jepang pada umumnya atau sinema horor Jepang pada khususnya, telah berevolusi dalam hal cara menikmati film.

Hal itu terlihat dari reaksi para penonton yang menghadiri pemutaran perdana "Sadako vs Kayako" yang lebih banyak menanggapi tiap-tiap adegan yang diperlihatkan dengan tawa. Anda tidak salah baca, mereka tertawa.

Satu dua orang ada juga yang menjerit, tetapi tawa adalah reaksi yang mendominasi sesi pemutaran perdana tersebut. 

Semoga saja yang muncul adalah tawa terhadap kebodohan ataupun nasib buruk yang menimpa tokoh-tokoh di dalam film tersebut, dan bukannya menertawakan upaya gagal tim produksi film tersebut menimbulkan rasa takut yang seharusnya jadi rumus mutlak sebuah film horor.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016