"Kami yakin hampir dipastikan tidak ada inovasi tanpa riset."
Solo (ANTARA News) - Peran dan kegiatan inovasi masuk dalam Revisi Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sinas P3 Iptek) guna mengarahkan proses penelitian yang berada di hulu pada penerapan praktis hingga menjadi produk atau proses produksi di hilir.

"Bukan dibuat UU Inovasi tapi UU 18 Tahun 2002 yang diperbaiki, dan di dalamnya dimasukkan inovasi. Sekarang revisi undang-undangnya sudah masuk Prolegnas," kata Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir usai meluncurkan Klinik SPMI di Solo, Selasa.

Sebelumnya ia mengatakan bahwa akibat kebijakan riset di masa lalu yang tidak sinkron pada pasar sering kali riset tersebut terhenti, atau riset yang sudah dilakukan diulang-ulang kembali sehingga tidak bisa menjadi inovasi.

Ketua Dewan Riset Nasional (DRN) Bambang Setiadi mengatakan meski dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terlihat pembangunan fasilitas, sarana, penelitian dan hasil penelitian bertambah namun dalam suatu pengukuran yang dilakukan tiga atau empat tahun lalu menunjukkan bahwa kontribusi Total Faktor Produksi (TFP) yaitu kualitas infrastruktur, sumber daya manusia, dan tata kelola terhadap pertumbuhan ekonomi nasional hanya sekitar 0,9 persen hingga satu persen.

Karena inovasi dan teknologi merupakan komponen TFP, maka ia mengatakan membahas mengenai pentingnya inovasi sebagai faktor dan tantangan yang paling nyata saat ini. "Kami yakin hampir dipastikan tidak ada inovasi tanpa riset".

Bambang saat penyerahan Agenda Riset Nasional 2015-2019 kepada Menristekdikti mengatakan telah mengajukan berbagai pemikiran sebagai masukan untuk rencana pembahasan dan revisi UU 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tersebut.

Fokus penting pemikiran yang disampaikan adalah terkait hasil diskusi tim Ad Hoc DRN tentang pentingnya memasukkan inovasi dalam revisi UU.

Perbaikan UU tersebut, ia mengatakan harus jelas dan tegas memposisikan peran dan kegiatan inovasi, dengan harapan mampu mengarahkan kegiatan difusi yang dimulai dari lahirnya ide dan atau pemikiran yang dilanjutkan melalui selektifitas penelitian, pengembangan, dan atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru.

Atau, lanjutnya, menjadi cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.

Tim Ad hoc menganggap bahwa "roh" UU Sinas P3 Iptek sebelumnya tidak kuat sebagai penghela gerakan iptek nasional dalam pacuan sengit dengan pembangunan iptek internasional. Salah satu kelemahannya, UU tersebut tidak sepenuhnya memenuhi watak penting suatu UU yaitu hanya "by order" atau kemampuan untuk mengatur.

UU tersebut, lanjutnya, hanya menjelaskan peran suatu sistem tetapi tidak mengaitkan dengan jelas antara riset dan kebutuhan publik. Karena itu, masukan untuk memperkuat akselerasi sistem inovasi nasional sampai ke komersialisasi dan memperkuat koordinasi dengan mengubah DRN menjadi Dewan Riset dan Inovasi Nasional yang melaksanakan pengembangan kebijakan, strategi, dan perencanaan untuk riset, inovasi.

Selain itu, ia mengatakan berperan serta merekomendasikan alokasi pembiayaan untuk seluruh rantai inovasi yang mencakup riset dasar maupun riset dan pengembangan.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016