Jakarta, 12/8 (Antara) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa Kementerian Badan Usaha Milik Negara tetap dibutuhkan meskipun terbentuk lima sektor induk perusahaan (holding company) di bawah kementerian tersebut.

"Menteri itu membuat kebijakan, bukan menjalankan perusahaan. Jadi tetap saja ada," katanya dalam jumpa pers di Kantor Wapres di Jakarta, Jumat.

Ia mengemukakan bahwa Kementerian BUMN merupakan wakil pemerintah sebagai pemegang saham di perusahaan-perusahaan milik negara tersebut.

"Secara undang-undang, pemegang sahamnya ada di tangan Menkeu (Menteri Keuangan), tapi dalam pelaksanaannya diberikan kewenangan kepada Menteri BUMN. Jadi, kalau tidak ada Menteri BUMN, siapa yang mewakili pemegang saham?" ujarnya balik bertanya.

Selain itu, Kementerian BUMN juga berperan memilih dan menentukan jajaran direksi di perusahaan-perusahaan "pelat merah" tersebut.

Terkait kebijakan "holding company" yang akan dilakukan oleh Kementerian BUMN, Kalla menjelaskan tujuannya adalah menyatukan perusahaan-perusahaan yang bisnisnya sejenis agar memudahkan koordinasi dan tidak terjadi investasi ganda.

"Contohnya saja, antara PN Gas dan Pertamina. PN Gas bikin pipa gas, di lain pihak di dekatnya ada Pertamina. Kalau sudah di-holding tidak lagi seperti itu. Begitu bidang perbankan tidak lagi bersaing dalam hal memberikan bunga deposito sehingga bunga bisa lebih tertata lebih baik untuk kepentingan ekonomi nasional," katanya.

Wapres juga menganggap bahwa kebijakan tersebut juga untuk mempermudah pengawasan.

Sebelumnya Menteri BUMN Rini Soemarno menyampaikan revisi jumlah sektor prioritas dalam proses "holding" perusahaan BUMN dari enam sektor menjadi lima sektor.

Kelima sektor tersebut adalah energi, infrastruktur jalan tol, pertambangan, perumahan, dan jasa keuangan. Sektor konstruksi dan rekayasa tak lagi masuk ke holding BUMN.

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016