Berada di tempat yang baru dan asing, terjebak di tengah jutaan orang dalam kondisi lelah, maka menjadi tersesat adalah hal yang wajar serta salah satu risiko terbesar yang dihadapi oleh jamaah haji Indonesia di Masjidil Haram.

Belum lagi hampir setiap sudut dalam maupun luar Masjidil Haram yang tampak serupa membuat tidak mudah bagi orang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat itu untuk melakukan orientasi arah.

Jutaan orang yang nampak sama dengan ihramnya, juga membuat jamaah kesulitan mencari rombongannya saat terpisah. Pada 2015 saja tercatat 1.000 laporan jamaah tersesat di Masjidil Haram.

Lalu apa yang harus dilakukan jika tersesat di Masjidil Haram? Alih-alih kembali ke pemondokan, mencari pintu keluar pun kebingungan. Sementara tidak ada kemampuan komunikasi yang cukup untuk bertanya pada aparat Arab Saudi berseragam coklat atau abu-abu yang banyak berkeliaran di tempat itu.

"Yang pertama, jangan panik. Jangan panik dan jangan bingung," kata Kepala Sektor Khusus Mekkah Ali Nurokhim saat ditemui di kantornya yang terletak tepat di depan Pintu Malik Abdullah Masjidil Haram.

Kepanikan justru akan berimbas pada banyak hal, terutama bagi kesehatan psikologi jamaah yang sudah dalam kondisi lelah fisik. Bagi jamaah risiko tinggi dengan riwayat penyakit dalam tertentu, kepanikan juga akan berimbas pada menurunnya kondisi fisik.

Dalam obrolan selama lebih kurang satu jam Ali menegaskan bahwa jamaah tidak perlu takut tersesat di kompleks Masjidil Haram karena terdapat petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Sektor Khusus Masjidil Haram yang akan bertugas selama 24 jam penuh melakukan patroli di sekitar Masjidil Haram untuk membantu para jamaah.

Para petugas tersebut akan sangat mudah dikenali karena tidak mengenakan pakaian ihram laiknya jamaah haji. Mereka akan mengenakan seragam putih hitam dengan rompi atau jaket hitam bertuliskan "Petugas Haji Indonesia 2016".

Tulisan berwarna merah dan putih di punggung rompi atau jaket tersebut memiliki lebar sekitar delapan hingga 10 cm sehingga akan terlihat jelas dari kejauhan. Seragam petugas juga dilengkapi dengan simbol bendera merah putih di bagian dada dan lengan.

Jamaah diimbau untuk tidak ragu mendatangi petugas dan melapor jika terpisah dari rombongannya sehingga dapat diantar ke pemondokan ataupun terminal bus shalawat yang akan membawanya ke pemondokan.

"Yang penting jangan pernah lupa memakai gelang identitas, membawa kartu bus dan nomor pemondokan karena akan memudahkan petugas menentukan pemondokan ataupun kelompok jamaah," katanya seraya mengimbau jamaah untuk tidak membawa barang bawaan terlalu banyak agar tidak tercecer atau merepotkan.

Jaring Komunikasi

Berbeda dengan situasi di Madinah ataupun Arafah dan Mina, prosesi haji di Masjidil Haram memang sangat rentan membuat jamaah terpisah dari rombongannya.

Di kawasan Masjidil Haram, jamaah akan melakukan tawaf atau mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali dan Sa'i atau berlari-lari kecil antara Bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali.

Kecepatan setiap orang yang berbeda dan pergerakan di tengah kerumunan memiliki potensi tinggi membuat sebuah kelompok tercerai berai. Belum lagi prosesi tawaf yang mengharuskan jamaah berada dalam kondisi suci berpotensi membuat beberapa jamaah terpaksa harus meninggalkan rombongannya untuk mengambil air wudhu.

Terlebih lagi bagi sejumlah jamaah Indonesia terdapat suatu kepuasan tersendiri apabila dapat mencium Hajar Aswad yang terletak di salah satu sudut Kabah. Proses untuk dapat memperoleh peluang mendekati atau mencium Hajar Aswad juga memiliki potensi besar membuat jamaah terpisah dari rombongannya.

Tempat shalat sunnah dua rakaat sejajar maqam Ibrahim --prasasti jejak kaki Nabi Ibrahim AS-- seusai tawaf yang memisahkan antara jamaah laki-laki dan perempuan juga menjadi alasan rombongan terpisah.

Beranggotakan 21 personel yang terdiri dari 15 anggota TNI/Polri, tiga mahasiswa dan tiga tenaga musiman, tim Sektor Khusus membagi kawasan Masjidil Haram menjadi empat titik kerawanan jamaah tersesat.

Keempat jaring komunikasi itu terletak di titik-titik rawan jamaah haji tersesat, yaitu Pos Bukit Marwah, Pos Hajar Aswad, Pos Zam Zam, dan Pos King Abdullah. Sementara itu kantor Sektor Khusus berada di Villa 640 Hotel Hilton, yang akan berfungsi salah satunya sebagai tempat transit jamaah yang mengalami masalah kesehatan di Masjidil Haram.

Di Pos Marwah yang terletak di pintu keluar Bukit Marwah, tempat jamaah haji menyelesaikan Sa'i, petugas selain memantau kedatangan jamaah dari terminal Syib Amir dan Bab Ali juga dapat memantau proses Sa'i para jamaah.

Banyak jamaah haji pada umumnya akan kebingungan untuk mencari pintu keluar dari Bukit Marwah. Oleh karena mayoritas jamaah haji asal Indonesia menggunakan lintasan Sa'i di lantai dua maka petugas akan berpatroli di pintu Bukit Marwah di lantai atas.

Pos Hajar Aswad yang terletak di area tawaf akan memantau kegiatan jamaah haji yang melakukan tawaf dan mengarahkan jamaah yang telah selesai untuk menuju Bukit Safa guna melakukan Sa'i.

Petugas Pos Zam Zam yang berkedudukan di depan Menara zam zam akan memantau jamaah dari terminal Jiyad dan arah Misfalah. Sementara itu pos King Abdullah akan memantau kedatangan jamaah dari arah Jarwal.

Berdasarkan pengalaman di masa lalu, menurut Ali, Pos Marwah adalah pos yang paling sibuk karena banyak jamaah yang tersesat dan terpisah dari kelompoknya di kawasan itu.

Bukit Marwah adalah titik akhir prosesi di Masjidil Haram sehingga lazimnya jamaah telah sangat kelelahan ketika tiba di sana pada putaran ketujuh dan baru menyadari jika terpisah dari rombongan.

Namun menilik kesiapan petugas, kiranya jamaah haji tak perlu resah tersesat di Masjidil Haram.

"Kepada jamaah haji Indonesia luruskan saja niat untuk melaksanakan ibadah. Tidak perlu khawatir tersesat di Masjidil Haram karena petugas haji akan optimal membantu," pesan Ali.

Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016