Jakarta (ANTARA News) - Beasiswa bukan hanya milik mereka yang berotak encer, tapi juga yang mampu beradaptasi, begitu pendapat Abellia Anggi Wardani, mahasiswi program doktoral yang rajin mencari beasiswa pendidikan.

“Pemberi beasiswa nggak cuma cari nilai akademik, tapi, juga non-akademik yang bisa digali,” kata Abellia, saat peluncuran dan  bedah buku “Meraih Mimpi dengan Beasiswa” di daerah Kemang, Jakarta, Minggu (14/8) malam.

Abel, 26, begitu dia biasa disapa, sudah dijuluki “Miss Scolarship” sejak ia kuliah strata satu di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Ia yang kala itu mengambil program studi Prancis menanamkan semangat “masak saya belajar bahasa Prancis tapi nggak bisa ke Prancis”.

Beasiswa pula yang selalu menjadi topik pembicaraan dengan sesama teman, semasa perempuan asal Salatiga tinggal di asrama mahasiswa di tahun-tahun awal kuliah.

Ia melihat kesempatan untuk mendapat beasiswa begitu besar asalkan mau mendaftar.

Sekitar 10 beasiswa pernah ia dapatkan, salah satunya adalah LPDP, hingga kini dia tercatat sebagai kandidat PhD di Tilburg University, Belanda sejak awal 2016.

Selepas strata satu pada 2011 silam, pengajar di program studi Prancis UI ini sudah merantau ke Prancis untuk mengikuti program gelar ganda di Universite d’Anger, Prancis.

Ia langsung melanjutkan program master jurusan Manajemen Keragaman Budaya di Tilburg University pada 2013-2014 dan lulus dengan predikan cum laude.

Ia menghabiskan setahun di Tanah Air untuk mengajar di kampus sekaligus penelitian proposal disertasinya sebelum akhirnya kembali bertolak ke Belanda melanjutkan studi.

Berikut ini beberapa kiat yang ia bagikan untuk mendapatkan beasiswa:

1. Prestasi non-akademik

Abel berpendapat IPK yang tinggi tidak selalu menjadi jaminan untuk lolos beasiswa. Mereka yang memiliki prestasi di luar kemampuan akademis dan aktif berorganisasi pun memiliki peluang untuk mendapatkannya. Misalnya, kata dia, pernah menjadi ketua BEM.

“Saat wawancara, pemberi beasiswa akan melihat seberapa tinggi tanggung jawab dan kemampuan kerja dalam tim,” kata Abel.

2. Kemampuan adaptasi

Bagi mereka yang ingin sekolah di luar negeri, kemampuan menyesuaikan diri yang tinggi sangat diperlukan karena akan menghadapi perbedaan budaya dan orang dari latar yang sama sekali berbeda.

Berdasarkan pengalamannya, bekerja dalam tim dengan orang dari berbagai negara dan etos kerja perlu kemampuan mengatur diri dan emosi secara baik.

“Penting untuk yang ingin kuliah di luar negeri, adaptasinya tinggi. Nggak cukup pintar saja.

3. Pengalaman kerja

Beasiswa tertentu mensyaratkan calon penerimanya untuk memiliki pengalaman kerja, minimal dua tahun, untuk melihat korelasi profesi dengan studi.

“Yang sudah bekerja, bisa jadi diperhitungkan pemberi beasiswa. Ketahuan, ahli di bidang apa,” kata dia.

4. Bahasa asing


Kuliah di negara asing mensyaratkan kemampuan bahasa Inggris atau bahasa negara tersebut, bergantung pada studi yang diambil.

Abel, yang juga mendirikan situs belajar online Kelas Bahasa, menceritakan kemampuan bahasa sesuai dengan syarat yang diminta selain untuk keperluan akademik juga untuk percakapan sehari-hari.

Ia mengaku empat tahun belajar bahasa Prancis di UI namun tidak mengerti nyaris sama sekali ketika ia pertama kali menginjakkan kaki di sana.

“Mereka pakai bahasa gaul,” kata dia.

5. Jejaring

Sebaiknya, para pemburu beasiswa memelihara hubungan yang baik dengan para dosen maupun atasan tempat mereka bekerja agar dapat memberikan surat rekomendasi bila diperlukan.

Ia menekankan memang betul semakin tinggi jabatan orang yang memberi rekomendasi akan lebih menjanjikan untuk mendapat beasiswa, namun testimoni yang diberikan akan jauh lebih personal dan mendalam bila mengenal pemberi rekomendasi dengan baik.

“Akan ketahuan, rekomendasi yang sekedar kenal atau memang benar-benar kenal,” kata dia.

6. Menjaga ekspektasi

Perjuangan mendapatkan beasiswa bagi Abel sudah dimulai sejak memiliki niat untuk melanjutkan studi. Ketika mendaftar beasiswa, ia berusaha menjaga harapannya bahwa kemungkinan gagal selalu ada di depan mata.

Ia harus pandai-pandai mengatur ekspektasinya agar kegagalan, bila terjadi, tidak mengecilkan semangatnya untuk mengejar beasiswa yang lain.

7. Nekat

Ada kalanya nekat diperlukan untuk mencapai cita-cita kuliah di luar negeri. Ia menceritakan pengalamannya nekat berangkat S2 di Belanda meskipun beasiswa yang ia dapatkan bersifat parsial dan ia tidak memiliki dana yang cukup untuk memenuhi sisanya, misalnya untuk kebutuhan hidup.

Alhasil, ia pun tambal-sulam mencari beasiswa lainnya agar tetap dapat mewujudkan mimpinya, termasuk bekerja paruh-waktu.

8. Daftar


Mencari informasi beasiswa sekarang ini dimudahkan dengan penggunaan internet dan gawai yang masif. Kita dapat mencari informasi beasiswa melalui berbagai cara, mulai dari milis, grup di media sosial hingga mengakses langsung situs institusi yang sering memberi beasiswa, seperti kementerian atau perwakilan negara asing. Tetapi, seberapa besar keinginan untuk mendaftar menjadi penentu.

“Kalau ada yang tanya kenapa saya bisa dapat beasiswa, saya selalu jawab ‘karena saya daftar’,” kata dia.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016