Jakarta (ANTARA News) - Indonesia sudah 71 tahun merdeka, namun tak demikian dengan para hiu.

Maraknya konsumsi sirip hiu faktanya menjadi momok menakutkan bagi kelangsungan hidup predator di lautan itu, menurut aktivis lingkungan Greenpeace Indonesia, Sumardi Ariansyah.

Data hasil penelitian Sembiring pada 2015 menyebutkan, dari 582 sampel sirip hiu yang diambil dari berbagai lokasi (Aceh, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Maluku dan Papua Barat), 92 persen merupakan sirip hiu dari jenis yang berisiko terancam punah.

"Dari 92 persen hiu yang diburu itu adalah jenis hiu yang terancam punah. Seperti jenis-jenis hiu karang. Otomatis sudah menjadi perhatian secara global," ujar Sumardi kepada ANTARA News di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan, paradigma bahwa sirip hiu menyehatkan tubuh menjadi penyebab gemarnya sebagian masyarakat mengkonsumsinya. Padahal, peneliti dunia telah membuktikan bahwa tidak ada keuntungan ketika seseorang memakan sirip hiu.

"(Memakan sirip hiu agar sehat) itu hanya mitos. Karena paradigmanya hiu itu predator, sama seperti harimau, susah ditangkap dan mereka raja lautan. Bahkan jenis ikan yang banyak merkurinya itu ya hiu dan tertimbun di siripnya," kata Sumardi. Greepeace Indonesia, lanjut dia telah melakukan sejumlah cara demi menghentikan perburuan hiu.

Salah satunya meminta pihak restoran-restoran berhenti memasukkan hidangan hiu dalam menunya. "Tahun lalu kami, Greenpeace melakukan aksi di depan restoran di Jakarta dan meminta pihak restoran menghentikan menjual sirip hiu demi mendukung kesehatan laut," kata dia.

Selain itu, bersama aktivis dari Save Shark Indonesia, dia juga meminta bantuan para blogger internasional mengkampayekan pada masyarakat untuk berhenti mengkonsumsi apapun produk-produk yang berasal dari hiu.

"Kami berpikir kemerdekaan itu bukan hanya untuk manusia, bukan juga hanya hiu tetapi juga flora dan fauna, yang rawan punah," tutur Sumardi.

"Hiu memiliki peranan vital karena menyeimbangkan ekosistem laut. Kalau hiu terganggu (keberadaannya) tentu akan menganggu keseimbangan alam dan berdampak pada nelayan, masyarakat dan secara general terhadap perekonomian Indonesia," imbuh dia.

Selain itu, kegiatan perikanan yang tidak bertanggung jawab salah satunya melalui metode "shark finning", juga menjadi ancaman bagi para hiu.

Menurut Sumardi, 70 persen hiu yang tertangkap nelayan atau penangkap merupakan tangkapan sampingan, bukan target utama.

"Kami sudah melakukan advokasi pada industri-industri penangkap ikan untuk mengubah cara tangkapnya, dengan yang lebih berkelanjutan. Salah satunya dari alat tangkap," kata Sumardi.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016