... tidak bisa diberikan langsung status WNI, karena meski dikatakan telah berhasil menghemat 15 miliar kasus Blok Masela, namun penghematan itu dipandang baru berupa potensi, belum dapat dikatakan prestasi...
Jakarta (ANTARA News) - Guru besar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana, mendesak pemerintah tidak menjadikan preseden Arcandra Tahar sebagai pemicu diakomodasinya status dwi kewarganegaraan melalui revisi Undang-Undang Kewarganegaraan.

"Masalah Pak Arcandra Tahar jangan menjadi pemicu untuk merevisi UU Kewarganegaraan, apalagi untuk mengakomodasi masalah dwikewarganegaraan," ujar Juwana, dalam diskusi publik bertema: Warga Tanpa Negara, oleh PARA Syndicate, di Jakarta, Jumat.

Tahar adalah orang yang ditunjuk Presiden Jokowi sebagai menteri ESDM, namun setelah 20 hari menjabat diberhentikan secara hormat, karena yang bersangkutan disebut-sebut berstatus dwikewarganegaraan Indonesia-Amerika Serikat.

Informasi bahwa Tahar itu sudah menjadi warga negara Amerika Serikat mengemuka melalui media sosial dan WhatApps, sepekan lalu. Sampai akhirnya Jokowi memberhentikan Tahar tanpa memberitahukan sebab-musabab pastinya. Pemerintah juga tidak pernah menjelaskan secara resmi kewarganegaraan Tahar. 

Sejak Indonesia merdeka 71 tahun lalu, baru sekali inilah preseden tentang pembantu presiden --orang yang punya akses langsung kepada presiden di lingkar kekuasaan-- terjadi dan terungkap. 

Sebelumnya Presiden Jokowi memberhentikan Tahar dari jabatannya selaku menteri ESDM "setelah memerhatikan perkembangan belakangan ini".  Pemerintah tidak pernah secara resmi menyatakan apa kewarganegaraan Tahar, yang telah bermukim di Amerika Serikat sejak 1996 dan disebut menjadi warga negara Amerika Serikat sejak April 2012.

Dalam pasal 22 ayat 2 huruf a UU Nomor 39/2008, dinyatatakan, seorang menteri haruslah seorang WNI. Sementara bagi Amerika Serikat, kewarganegaraan negara itu hilang saat seorang warga negaranya menjadi pejabat publik negara lain. 

Walau begitu, berkembang juga pendapat bahwa keberadaan "orang-orang potensial" seperti Tahar "sayang" jika tidak dimanfaatkan Indonesia dan harus diambil sejumlah "terobosan". Mengambil inspirasi dari naturalisasi pemain sepakbola --yang belakangan juga sinarnya tidak bertambah moncer-- maka naturalisasi sejenis bisa diterapkan pada "orang-orang potensial" ini.

Seiring kasus Tahar mencuat, berkembang isu pemerintah akan memperbolehkan seseorang memiliki status dwikewarganegaraan. 

Bagi Juwana, status dwikewarganegaraan sebaiknya hanya diberikan kepada orang-orang yang memiliki kerumitan status kewarganegaraan, misalnya orang dengan status perkawinan campur atau beda negara, serta anak-anak Indonesia yang lahir di luar negeri.

Sedangkan untuk diaspora atau warga Indonesia yang telah menjadi warga negara asing, harus mengikuti prosedur perundang-undangan yang berlaku guna mendapatkan kewarganegaraan Indonesianya kembali. Salah satunya adalah masa tinggal di Indonesia yang minimal lima tahun berturut-turut tanpa putus. 

Menurut ilmuwan ini, sesuai undang-undang, untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, seseorang harus bermukim selama lima tahun di Indonesia berturut-turut, atau bermukim selama 10 tahun di Indonesia secara tidak berturut-turut, atau diberikan status kewarganegaraan Indonesia oleh pemerintah karena yang bersangkutan dianggap telah memiliki prestasi bagi Indonesia.

Dia menilai Arcandra harus menjalankan persyaratan bermukim sekurangnya lima atau 10 tahun di Indonesia jika ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia kembali.

Tahar, kata dia, tidak bisa diberikan langsung status WNI, karena meski dikatakan telah berhasil menghemat 15 miliar kasus Blok Masela, namun penghematan itu dipandang baru berupa potensi, belum dapat dikatakan prestasi sebagaimana digembar-gemborkan sebagaian kalangan.

"Dalam persyaratan harus bermukim di Indonesia berturut-turut selama lima tahun atau tidak berturut-turut selama 10 tahun, tidak dijelaskan apakah bermukimnya secara yuridis atau harus secara fisik. Pak Arcandra bisa menggunakan syarat itu, jika dia punya rumah tinggal di sini sepanjang 10 tahun terakhir, dia bisa dinilai telah bermukim selama 10 tahun tidak berturut turut," kata dia.

Pewarta: Rangga Jingga
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016