Jakarta (ANTARA News) - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan melakukan pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar.

Saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, jaksa penuntut umum KPK Ronald Worotikan mengatakan Mohamad Sanusi menerima hadiah berupa uang dari Ariesman yang diberikan secara bertahap lewat Personal Assistant PT Agung Podomoro Land (APL) Trinanda Prihantoro.

"Padahal terdakwa mengetahui atau patut menduga (tujuan) pemberian uang Rp2 miliar," katanya.

Pemberian uang tersebut dimaksudkan agar Sanusi mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) serta mengakomodasi pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MWS) agar punya legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G di kawasan reklamasi Pantai Utara  Jakarta.

Izin Pelaksanaan Reklamasi sudah dikeluarkan sejak zaman Gubernur Fauzi Bowo pada 2010 yaitu Pulau 2A kepada PT Kapuk Naga Indah (KPI), dilanjutkan penerbitan Persetujuan Prinsip Pulau A, B, C dan D kepada PT KPI; Izin Pelaksanaan Pulau 1 dan Pulau 2B kepada PT KPI; Pulau G kepada PT MWS; Pulai I kepada PT Jaladri Kartika Pakci; dan Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo bekerja sama dengan PT Agung Dinamika Persada.

PT KPI adalah anak perusahaan Agung Sedayu Group dan PT MWS, PT Agung Dinamika Perkasa dan PT Jaladri Kartika Paci sebagian besar sahamnya dimiliki PT APL.

Izin pelaksanaan reklamasi perusahaan-perusahaan itu diperpanjang pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada 2014-2015.

Pada awal Desember 2015, terjadi pertemuan dari Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta sejumlah pengusaha yang dihadiri Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta merangkap Ketua Balegda Mohamad Taufik, Sanusi yang menjadi anggota Balegda, Ketua DPRD Prasetyo Edy Marsudi, anggota Balegda Mohamad Sangaji alias Ongen Sangaji dan Ketua fraksi PKS Selamat Nurdin dengan pendiri Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma dan Ariesman untuk membahas percepatan pengesahan Raperda RTRKSP.

Sanusi kembali bertemu dengan Ariesman, Aguan dan anak Aguan Richard Haliem Kusuma alias Yung Yung pada Februari 2016 di kantor Agung Sedayu Harco Glodok Mangga Dua.

"Dalam petemuan tersebut, Sugianto Kusuma alias Aguan meminta kepada terdakwa untuk menyelesaikan tugasnya dalam pembahasan teknis isi Raperda RTRKSP Jakarta," tambah jaksa Ronald.

Sanusi dan beberapa anggota Balegda DPRD pada rapat pembahasan Raperda RTRKSP 15 Februari 2016 menyatakan agar tambahan kontribusi 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual tidak dicantumkan dalam Raperda karena dapat memberatkan para pengembang. Sanusi menyampaikan lagi pernyataan itu pada rapat 16 Februari 2016.

Pada 22 Februari 2016, Pemprov DKI menyerahkan konsep Raperda RTRKSP kepada DPRD yang mencantumkan ketentuan tambahan kontribusi yang diatur dalam pasal 110 ayat (13) dengan penjelasan "Cukup jelas" dan tidak lagi mencantumkan tambahan kontribusi 15 persen dari NJOP total lahan yang dapat dijual namun akan diatur lebih lanjut dalam peraturan gubernur sebagaimana kesepakatan antara Balegda DPRD DKI Jakarta dan pemerintah provinsi.

Pada 24 Februari 2016, menurut jaksa, terdakwa bertemu dengan Ariesman dan memyampaikan bahwa Raperda RTRKSP masih dalam pembahasan.

"Kemudian Ariesman meminta bantuan terdakwa untuk mempercepat pembahasannya," ungkap jaksa Ronald.

Pada 1 Maret kembali diadakan pertemuan di kantor Agung Sedayu Group antara Ariesman, Aguan, Richard Haliem Kusuma, Sanusi dan Budi Nurwono selaku Direktur PT Kapuk Naga Indah membahas permintaan Ariesman agar kontribusi 15 persen dari NJJOP dihilangkan. Sanusi mengatakan itu tidak bisa dihilangkan namun bisa diatur dalam peraturan gubernur.

Jaksa menjelaskan pula bahwa pada 3 Maret 2016 terdakwa bertemu dengan Ariesman dan dalam pertemuan itu Ariesman menyatakan kontribusi tambahan 15 persen terlalu berat bagi perusahaannya.

Dia kemudian menjanjikan akan memberi uang Rp2,5 miliar kepada terdakwa jika pasal tambahan kontribusi dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan kata "konversi" karena Ariesman khawatir jika tanpa ada penjelasan maka nilai tambahan kontribusi tidak jelas.

"Atas permintaan tersebut, terdakwa menyetujuinya," kata jaksa Ronald.

Pada 4 Maret 2016, Sanusi menelepon kakaknya, Mohamad Taufik, dan melaporkan sudah bertemu Ariesman dan menyatakan ada permintaan mengubah rumusan pasal Raperda RTRKSP terkait kontribusi tambahan yang semula 15 persen dikali luasan wilayah yang bisa dijual menjadi akan diatur di peraturan gubernur dan mengubah rumusan penjelasan pasal 110 ayat (5) huruf c dari semula "cukup jelas" menjadi "tambahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi kontribusi (lima persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang".

Untuk memenuhi permintaan itu, jaksa menjelaskan, Sanusi memanggil Kepala Bagian Perundang-undangan Sekretariat DPRD DKI Jakarta Heru Wiyanto ke ruangan kerja fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta dan menyerahkan tulisan tangan mengenai perubahan penjelasan pasal 110 ayat (5) huruf c tentang kontribusi tambahan kepadanya untuk dicantumkan dalam tabel masukan untuk rapat Balegda dengan Bappeda.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang membaca kertas itu menyatakan penolakan dan kemudian menuliskan disposisi "Gila kalau seperti ini bisa pidana korupsi". Ia selanjutnya memerintahkan Saefullah untuk menyerahkan disposisi ke Mohamad Taufik.

Namun setelah membaca disposisi tersebut, Taufik menemui Dameria Hutagalung selaku Kasubag Raperda untuk menyampaikan perbaikan pasal 110 ayat (5) huruf c menjadi ketentuan pasal 111 ayat (5) huruf c dan selanjutnya Damera berkoordinasi dengan Sanusi untuk perubahan tersebut.

Sanusi pun meyakinkan Trinanda bahwa Raperda sudah mengakomodasi kepentingan Ariesman pada 15 Maret 2016 melalui pembicaraan telepon sedangkan pada 16 Maret 2016 dan Sanusi meminta sebagian uang yang dijanjikan Ariesman kepadanya.

Ariesman lalu menyiapkan uang Rp1 miliar dan menyerahkannya ke Trinanda, yang lantas menyerahkannya kepada staf pribadi Sanusi bernama Gerry Prasetia untuk disampaikan ke Sanusi. Gerry memberikannya kepada Sanusi di SPBU Pertamina Jalan Panjang Jakarta.

Pada 30 Maret 2016, Sanusi kembali memerintahkan kepada Gerry untuk meminta uang kepada Ariesman sehingga Gerry pun mengirim SMS kepada Trinanda. Permintaan itu disetujui pada 31 Maret 2016 dengan jawaban Trinanda kepada Gerry melalui SMS "mas kl mo ambil kue jgn lupa bawa keranjangnya ya".

Ariesman kemudian mempersiapkan uang Rp1 miliar dan diserahkan ke Trinanda untuk diberikan ke Gerry, yang setelah menerima uang itu menemui Sanusi di FX Mall Senayan.

Gerry memberikan uang itu di dalam mobil Jaguar warna hitam B 123 RX yang digunakan Sanusi.

Ketika mobil Jaguar keluar dari FX Mall, tepatnya di depan pintu masuk menuju Hotel Atlet Century, petugas KPK menghentikan mobil Jaguar yang dikendarai Sanusi dan menangkap Sanusi beserta satu tas ransel hitam berisi uang Rp1 miliar.

"Terdakwa selain menerima uang dari Ariesman Widjaja selaku Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, pada kurun waktu 2012-2015 yang memiliki mitra kerja salah satunya Dinas Tata Air telah meminta dan menerima uang dari para rekanan Dinas Tata Air DKI Jakarta seluruhnya sejumlah Rp45,28 miliar," kata jaksa penuntut umum KPK Budhi Sarumpaet.

Uang itu digunakan untuk membeli rumah, tanah, mobil dan mata uang asing sebanyak 10 ribu dolar AS.

Selain mendakwa Sanusi menerima suap, jaksa juga mendakwa dia menyamarkan harta kekayaan sejumlah Rp45,28 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi selaku anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta periode 2009-2014 dan 2014-2019.

Sanusi menyatakan tidak mengajukan keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa tersebut.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016