Surabaya (ANTARA News) - Pengamat Pendidikan dan Dunia Anak Etty Sunanti mengaku prihatin dengan budaya borjuis yang melekat di kalangan anak-anak sekolah menengah pertama (SMP) di salah satu sekolah Islam mahal di Surabaya.

"Tadi siang setelah selesai aktifitas di Sport Center salah satu sekolah Islam Mahal di Surabaya. Saya duduk sambil menunggu teman yang menjemput saya. Tiba-tiba ada enam anak perempuan berseragam, berjilbab, menikmati es krim, sambil ngobrol dengan memamerkan merek kekayaan keluarganya," kata Etty kepada Antara di Surabaya, Rabu.

Pada saat itu, Etty mengaku berada di belakang enam anak itu sehingga bisa mendengarkan dengan jelas apa saja yang mereka bicarakan. Dari obrolan mereka, lanjut dia, ada yang berkata uang sakunya setiap hari itu Rp50 ribu.

"Ada juga yang bilang tasnya mamaku itu mereknya ini itu, harganya jutaan rupiah. Kemudian dibalas anak lainnya dengan bilang tas merek ibunya lebih mahal lagi," kata penulis buku Be Amazing Mother, peka dan Kreatif ini.

Selain tas, lanjut dia, anak-anak tersebut juga pamer sepatu merek terkenal dan harganya mahal. "Si anak ini bilang kalau dirinya memakai sepatu merek terkenal dengan harga yang mahal. Lalu temannya lagi tidak mau kalah dengan menyebut sepatunya lebih mahal," katanya.

Etti mengaku miris dan sedih melihat anak-anak orang Islam, yang katanya bersekolah di sekolah yang bagus, karena mahal tapi mentalitasnya seperti ini.

"Saya paham, orang tua dari anak-anak itu orang kaya. Tapi jangankan memberi uang saku mereka Rp50 ribu, saya yakin Rp500 ribu pun juga sanggup," katanya.

Mendapati hal itu, Etti penasaran sehingga mendekati anak-anak itu dengan mengajaknya ngobrol. "Saya kenalan dengan anak-anak itu dan bertanya nama masing-masing anak. Lalu mereka menyebutkan satu persatu namanya. Hanya ada satu yang pura-pura tidak dengar," katanya.

Selain itu, Etti juga menanyakan anak-anak itu tinggalnya dimana dan semua jawab ada yang di Trosobo, Deltasari, Citraland, Sidoarjo dan hanya satu yang jawab ketus dengan bilang rumahnya di Hongkong.

"Saya bilang keren karena rumahnya di Hongkong, terus anak itu bilang bahwa rumahku di Jakarta, tiap hari naik pesawat ke Surabaya. Saya bilang hebat ya, tiap hari naik pesawat. Lalu dia jawab lagi dengan sewot dengan bilang tidak, bisa bangkrut kalau naik pesawat terus," katanya.

Melihat sikapnya yang ketus jutek itu, Etti bertanya lagi anaknya siapa?, tiba-tiba wajah anak itu berubah, memerah dan takut. "Lantas anak itu berkata kenapa saya bertanya. Ya saya bilang saya pingin tahu, ini ada anak luar biasa akhlaknya," katanya.

Setelah itu, Etti menasehatinya agar lain waktu jika ditanya orang yang lebih tua, jawab dengan baik. "Anak-anak itu menjawab ya tante. Maaf ya. Tapi anak mbeling itu malah jadi takut, tiba-tiba bilang ke temannya takut dengan berkata kenapa sih orang itu tanya-tanya?. Sambil berbisik bisik, lalu mereka serempak lari dan kabur," katanya.

Ia mengatakan bahwa agama Islam sangat menganjurkan umatnya untuk kaya raya, bahkan para sabahat Nabi banyak yang konglomerat. Tapi gaya hidup mereka sangat sederhana.

"Bahkan pembicaraan mereka besar-besaran untuk perjuangan Islam dan kesejahteraan umat. Saya berharap kejadian ini menjadi pelajaran berharga baik orang tua dan sekolah agar bisa mendidik anak-anaknya untuk hidup borjuis," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016