Hong Kong (ANTARA News) - Sejumlah aktivis pro-kemerdekaan Hong Kong mengaku dipukuli dan diintimidasi media-media pro-China dalam beberapa bulan terakhir.

Penolakan Beijing untuk memberi demokrasi penuh bagi Hong Kong --wilayah otonom yang berada di bawah satu China-dua sistem-- membuat suara kemerdekaan semakin kuat. Penolakan juga sempat memicu demonstrasi besar selama tiga bulan pada 2014 lalu.

Enam tokoh pro-kemerdekaan dalam pemilu legislatif bulan depan dibatalkan pencalonanannya oleh komisi pemilu setempat karena dianggap menyuarakan separatisme.

Salah satu dari enam tokoh tersebut, Edward Leung --juru bicara sebuah partai lokal, Hong Kong Indigenous-- bersama temannya, Ray Wong, mengaku terus diintai surat kabar pro-Beijing dalam satu bulan.

Selain itu, Leung juga sempat terlibat dalam perkelahian dengan seorang wartawan surat kabar lokal pro-China, Ta Kung Pao, yang kemudian menerbitkan foto perkelahian itu di halaman depan dengan berita mengenai dugaan kekayaan tersembunyi Leung.

Leung, yang menderita luka di wajah dan leher akibat perkelahian itu, menceritakan bahwa sang reporter dan seorang pria lain mendekati dirinya pada sore hari tersebut. Dua orang tersebut kemudian memprovokasi Leung dengan sejumlah detail kehidupan pribadinya sambil merekamnya dalam sebuah video.

Leung kemudian terprovokasi dan terjadilah perkelahian itu. Berita dari Ta Kung Po menyatakan bahwa Leung memulai perkelahian dan sang reporter juga mengalami luka yang sama.

Leung mengatakan bahwa pria yang menemani Lo adalah salah satu dari dua orang yang selalu mengikuti dia dan Wong dalam satu bulan.

Dalam sebuah video bertanggal 7 Agustus, Wong meminta agar kedua orang tersebut menyebutkan asal usulnya.

"Kamu tahu dari mana saya berasal. Ini 'kakek'," kata salah seorang di antara mereka sambil menyebut kata 'kakek', rujukan populer untuk pemerintahan China.

Kepada Reuters, Wong mengatakan menuding pemerintah China tengah menggunakan surat kabar lokal Ta Kung Po untuk mengumpukan informasi intelejen terkait tokoh-tokoh pro-kemerdekaan.

Ta Kung Po sendiri tidak merespon permintaan untuk mengomentari tudingan itu.

Anehnya, tiga orang karyawan Ta Kung Po, yang punya sekitar 100 staf editorial, mengaku tidak mengenal orang yang berkelahi dengan Leung ataupun dua orang yang mengikutinya.

"Kami pikir ini sangat aneh. Mereka bukan wartawan kami," kata salah seorang karyawan yang meminta identitasnya dirahasiakan tersebut.

Selain itu, Wong mengaku bahwa keluarganya sempat didekati oleh tiga pria yang mengaku dari sebuah badan pemerintah China.

"Mereka mengatakan kepada keluarga saya, 'hati-hati, nasib anak Anda bisa berakhir seperti Lee Bo'," kata Wong merujuk pada seorang penjual buku yang hilang di Hong Kong pada Desember lalu dan kemudian muncul beberapa bulan kemudian dalam tahanan di China daratan.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016