Jakarta, 26/8 (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencekal tiga orang ke luar negeri terkait dugaan kasus tindak pidana korupsi oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"KPK mencegah Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi, pemilik PT Billy Indonesia Emi Sukiati Lasimon dan Kepala Dinas ESDM Sulawesi Tenggara Burhanuddin ke luar negeri sejak tanggal 15 Agustus 2016 sampai enam bulan ke depan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Jumat.

Menurut Priharsa, hal tersebut dilakukan karena KPK masih membutuhkan keterangan mereka dalam rangka pengembangan perkara dugaan tipikor tersebut.

KPK, dia melanjutkan, sejak awal pekan ini sudah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap lima orang saksi, termasuk oknum PNS salah satu kabupaten di Sulawesi Tenggara.

Priharsa mengatakan, keterangan PT Billy Indonesia untuk mengetahui seluk beluk penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah tersebut.

Dengan pencekalan ini, maka KPK total telah mencegah empat orang ke luar negeri terkait kasus ini, termasuk tersangka Nur Alam.

Nur Alam sendiri diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.

Ia disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016