Palembang (ANTARA News) - Upaya modifikasi cuaca terus dilakukan di Sumatera Selatan, dengan menabur garam ke awan yang berpotensi hujan untuk memaksimalkan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Pelaksana Tugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Selatan M Iriansyah di Palembang, Sabtu, mengatakan, meski saat ini Sumsel telah melewati masa kritis tapi teknologi modifikasi cuaca (TMC) tetap dilakukan supaya pencegahan dini lebih maksimal.

"Kondisi ini juga didukung oleh cuaca karena sejak sepekan terakhir mulai banyak awan berpotensi hujan (cumulunimbus), berbeda dengan sebelumnya pada awal Agustus yang sulit dilaksanakan," kata dia.

Untuk melakukan TMC ini BNPB Sumsel menggunakan satu unit pesawat Cassa 212.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumatera Selatan Ishak Mekki mengatakan daerahnya telah melewati masa kritis ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Ini tergambar dari jumlah hot spot dalam lima hari terakhir yang hanya berkisar lima titik," kata Ishak Mekki.

Ia mengatakan jumlah titik panas di Sumsel jauh menurun jika dibandingkan bulan yang sama tahun lalu yakni dari 764 menjadi hanya 45 pada Agustus 2016.

Kondisi ini dipengaruhi oleh cuaca di sebagian besar wilayah Sumsel yang tetap mengalami hujan meski sedang musim kemarau atau dikenal dengan kemarau basah.

"Kondisi ini akan lebih baik lagi di September karena pada bulan itu akan lebih banyak hujan," kata Ishak.

Meski demikian Sumsel tidak mengendurkan kewaspadaan mengingat ancaman tetap ada, mengingat daerah ini memiliki 1,4 juta hektare lahan gambut.

Kerja sama antarlembaga terus ditingkatkan, mulai dari TNI, Polri, BPBD, perusahaan, dan pemerintah kabupaten/kota.

"Masa kritis sudah lewat, tapi bukan berarti melemahkan pengawasan. Masyarakat harus terus diingatkan bahwa tidak boleh membuka lahan dengan cara membakar," kata dia.

Sementara itu, berdasarkan pantauan satelit pada 26 Agustus 2018, tidak ada titik panas di Sumsel. Namun di Riau, terdapat 30 titik dan satu titik di Sumatera Utara.

Sebelumnya BMKG merilis bahwa puncak kemarau di Sumsel akan terjadi di Agustus dengan ditandai rendahnya intensitas hujan di beberapa lokasi.

Sumsel sempat memasuki kategori zona merah (rawan terbakar) pada 4 Agustus dan mulai 21 Agustus 2015 beralih ke zona biru (aman) berdasarkan analisis parameter cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016