Yogyakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Australia bertekad memperkuat komunikasi bilateral serta memetakan peluang kerja sama dengan menggelar Dialog Indonesia-Australia III di Yogyakarta, 29-30 Agustus.

Ketua Forum Dialog Indonesia Australia, Hamzah Thayeb saat pembukaan Dialog Indonesia-Australia III di Yogyakarta, Senin, mengatakan dialog yang akan berlangsung selama dua hari itu bertujuan membangun komunikasi secara terbuka satu sama lain dengan mengangkat isu politik, ekonomi, inovasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

"Sebagai negara tetangga tidak boleh tidak kecuali terus membangun pemahanan, kedekatan dan kerja sama," kata Hamzah Thayeb.

Menurut Hazmah, dialog itu berbeda dengan dialog resmi di level pemerintahan kedua negara. Dialog itu merupakan kelanjutan dari dialog Indonesia-Australia di Jakarta, dan Sidney Australia yang justru mempertemukan kalangan non pemerintah seperti akademisi, pengusaha, kalangan bisnis, dan jurnalis.

"Tentu akan berbeda jika dialog itu dilaksanakan secara formal antarpemerintah. Dengan dialog yang terbangun dari kalangan akar rumput seperti ini justru menghindarkan rasa sungkan satu sama lain," ujar mantan Dubes Republik Indonesia untuk Kerajaan Inggris Raya dan Republik Irlandia itu.

Dialog Indonesia-Australia yang diikuti 20 delegasi dari Australia dan Indonesia itu, menurut dia, selanjutnya akan menghasilkan sejumlah rekomendasi yang disampaikan kepada pemerintah kedua negara.

"Tetapi yang paling penting bukan hanya nanti dipandang sebagai rekomendasi formal, namun bagaimana betul-betul bisa dilaksanakan ," ucapnya.

Direktur Eksekutif Centre For Strategic And International Studies (CSIS) Philips Vormonte mengatakan dalam sesi pertama dialog yang membahas mengenai politik, kembali memperkuat pemahaman bahwa selain sebagai tetangga dekat, Indonesia dan Australia sama-sama negara yang menjunjung tinggi demokrasi.

Dengan kedekatan itu, menurut dia, setidaknya banyak area yang bisa dikerjasamakan antara ke dau negara itu tanpa dibatasi isu-isu sensitif masa lalu, misalnya, persoalan Timor Timur atau kasus penyadapan Australia-Indonesia.

"Kadang memang ada isu-isu yang membuat antarnegara berbeda perspektif, hal itu adalah keniscayaan, namun demikian yang paling penting tidak boleh terputus dialog," ujarnya.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016