Jakarta (ANTARA News) - Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis mendesak pemerintah meninjau-ulang rencana penurunan tarif interkoneksi, karena dinilai hanya akan merugikan operator telekomunikasi milik negara atau BUMN (Telkom, Telkomsel) dan menguntungkan operator yang sahamnya dimiliki asing.

"Wacana penurunan tarif interkoneksi otomatis akan menurunkan tarif pulsa adalah tidak berdasar. Namun yang sudah pasti terjadi adalah bahwa akan ada operator yang dirugikan sementara operator lainnya diuntungkan. Hal ini sangat tidak adil," kata Ketua Umum Federasi SP BUMN Strategis, Wisnu Adhi Wuryanto, di Selasa.

"FSP-BUMN Strategis membela operator yang dirugikan atas perubahan tarif interkoneksi tersebut, karena yang kami lihat operator inilah, yang kebetulan BUMN yang selama ini berkomitmen membangun jaringan di seluruh pelosok negeri. Kami adalah elemen masyarakat yang sangat mencintai negeri ini, sehingga kami membela dengan semangat nasionalisme," kata Wisnu.

Ia menjelaskan, FSP BUMN Strategis sangat mendukung kebijakan Pemerintah yang bertujuan untuk perbaikan industri telekomunikasi secara keseluruhan di negeri ini. "Namun aturan-aturan main yang sudah berlaku harus diikuti dengan konsisten. Persoalan industri yang efisien harus dilihat secara komprehensif dari hulu ke hilir," tegasnya.

Untuk itu, tambah Wisnu, masyarakat pengguna telekomunikasi, Pemerintah dan pelaku industri harus sama-sama mendapat manfaat dan memikul tanggung jawab yang seimbang.

"Karena itu kami minta masalah ini segera dapat dicarikan solusinya yang adil, transparan dan sesuai kesepakatan semua pihak yang berkepentingan langsung, yaitu para operator," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Ketua Umum Serikat Karyawan Telkom, Asep Mulyana menyatakan bahwa kebijakan tarif interkoneksi membuat Telkomsel sebagai anak usaha Telkom rugi dua kali yaitu dibayar lebih rendah dari biaya yang seharusnya saat pelanggan Telkomsel dihubungi pelanggan non Telkomsel dan membayar lebih tinggi dari yang seharusnya saat pelanggan Telkomsel menghubungi.

"Sekar Telkom menolak kebijakan tersebut dan mendukung apa yang akan dilakukan Federasi Serikat BUMN Strategis," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Kominfo berencana menurunkan tarif interkoneksi sebesar 26 persen dari Rp250 per menit menjadi Rp204 per menit dan akan diberlakukan mulai 1 September 2016.

Namun mendapat penolakan dari TelkomGroup, karena dinilai tidak menerapkan asas keadilan dan merugikan Telkom Group yang merupakan bagian dari BUMN.

Adapun sejumlah operator lainnya, tidak mempermasalahkan rencana kenaikan tersebut bahkan berharap segera dapat mengimplementasikanya.

Mereka beralasan, bahwa kebijakan penurunan tarif interkoneksi dan berbagi infrastruktur tersebut untuk terciptanya industri telekomunikasi yang lebih efisien.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016