Jakarta (ANTARA News) - Ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Budi Sampurna, mengatakan cara terbaik menentukan sebab kematian seseorang adalah dengan melakukan otopsi.

Budi Sampurna mengatakan demikian saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut pada persidangan ke-16 perkara tewasnya Wayan Mirna Salihin usai meminum es kopi Vietnam tercampur sianida dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Selain menggunakan otopsi, Budi menjelaskan di beberapa negara juga menerapkan menerapkan CT Scan, pemeriksaan MRI, dan biopsi.

"Di Israel menggunakan CT Scan untuk mengetahui penyebab kematian. Di Swiss ada pemeriksaan lengkap. Ada pemeriksaan fotografi kulit, CT Scan, MRI. Kalau mayatnya masih baru, bisa dilakukan postmortem jadi sebab kematian bisa ditegakkan dengan mengambil hasil itu," kata Budi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.

"Sebagian besar mengakui bisa mengetahui sebabnya dari itu, tapi otopsi tetap menjadi proses golden standar utuk mengetahui penyebab kematian," tegas dia.

Selain itu Budi menjelaskan untuk beberapa kasus di mana korban belum meninggal bisa dilakukan dengan cara mengevaluasi rekam medis korban. Namun jika tidak melakukan otopsi padam kasus keracunan, Budi mengatakan umumnya dokter forensik memeriksa gejala-gejala yang timbul akibat keracunan.

"Kalau tidak mengandalkan otopsi kami punya cara lain. Melihat tanda atau gejala yang sesuai dengan racun sianida," pungkas Budi.

Diketahui pada persidangan sebelumnya, Ahli forensik Rumah Sakit Polri, Dokter Slamet Purnomo, mengatakan Mirna tidak diotopsi atas permintaan dari penyidik polisi. Sebaliknya, menurut kuasa hukum Jessica, pihaknya menemukan surat permintaan otopsi dari kepolisian.

Budi Sampurna merupakan satu-satunya saksi ahli yang hadir pada persidangan kali ini. Sidang akan dilanjutkan besok dengan agenda sidang mendengarkan keterangan saksi dari jaksa penuntut untuk terakhir kalinya sebelum masuk ke babak baru yaitu menghadirkan saksi dari pihak Jessica.

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016