Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh mengapresiasi keberhasilan Bareskrim Mabes Polri mengungkap kasus prostitusi gay dengan korban anak-anak.

"Tidak sedikit komunitas para gay berkembang dan menyasar anak sebagaikorban. Bahkan kemudian ada komunitas anak, salah satunya komunitas gay Brondong yang berada di Bogor," ujar Niam di Jakarta, Rabu, sebagaimana dikutip dalam siaran pers.

Niam mengatakan kasus ini harus menjadi alarm betapa seriusnya ancaman kejahatan seksual terhadap anak yang bentuknya semakin beragam, termasuk homoseksualitas dan gay berbayar.

Berdasarkan pengembangan penyidikan polisi, kata Niam, korban mencapai 99 orang dari satu mucikari.

"Ini jumlah yang sangat fantastis. Fakta ini perlu membangkitkan kesadaran kolektif kita bahwa ancaman kejahatan seksual itu sudah sangat serius," tegasnya.

KPAI menyatakan anak-anak yang menjadi korban harus segera memperoleh rehabilitasi dan pemulihan agar tidak terus dalam penyimpangan seksual.

Menurut Niam, anak yang diamankan secara umum kondisi sehat dan merupakan laki-laki sejati, tetapi karena lingkungannya kemudian ia terjerumus dalam penyimpangan.

"Untuk itu, perlu langkah cepat pemulihan agar tidak terus dalam penyimpangan. Jika tidak ditangani serius, potensial untuk menjadi pelaku," katanya.

Menurut Niam, mucikari beserta kaum gay yang jadi pelanggannya perlu dikenakan Pasal 81 Perppu 1/2016 tentang Perubahan atas UU Perlindungan Anak yang mengatur hukuman pidana hingga hukuman mati, hukuman seumur hidup, atau penjara minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun.

"Pelaku adalah residivis yang atas kejahatan serupa, korbannya lebih dari satu, sehingga terpenuhi unsur pemberatan. Si pencabul harus dikejar. Ini ada semacam manajemennya. Jaringan dan sindikatnya harus dibongkar," ujar Niam.

Ia mengatakan pengungkapan kasus ini harus dijadikan momentum untuk perang total terhadap kejahatan seksual yang modusnya semakin beragam, mulai perkosaan, trafficking, pencabulan, sodomi, hingga prostitusi gay.

"Ini fenomena gunung es yang harus ditangani secara utuh. Pencabulan sesama jenis merusak masa depan anak serta melahirkan dampak yang jauh lebih berat karena di samping fisik juga merusak mental," ujar Niam.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016