Sydney (ANTARA News) - Dua kota terbesar Australia, Sydney dan Melbourne, membatalkan konser memperingati kematian mantan pemimpin komunis China, Mao Zedong, karena alasan keamanan, setelah warga Australia keturunan China, mengeluh bahwa acara itu menunjukkan ketidakpekaan.

Kejadian itu menandakan masih ada pengaruh Mao di kalangan warga China, baik di dalam maupun luar negeri, empat dasawarsa setelah kematiannya.

Di China, ketenaran Mao muncul kembali, dengan gambarnya menghiasi uang kertas dan jenazahnya -yang dibalsem- menarik ratusan, bahkan ribuan, pengunjung tiap hari ke Beijing.

Namun, masih ada kritikan di kalangan warga China mengenai pemerintahannya, saat puluhan juta orang tewas.

Mao, yang meninggal pada 1976, masih menjadi tokoh polarisasi di China.

Meski Partai Komunis berkuasa mengakui bahwa Mao membuat kesalahan, belum ada pertanggungjawaban resmi atas kerusuhan Revolusi Kebudayaan atau jutaan kematian akibat kelaparan selama program Lompatan Jauh Ke Depan pada 1958-1961.

Namun, ia juga menjadi lambang penting kelompok sayap kiri dalam Partai Komunis, yang merasa bahwa reformasi berbasis pasar selama tiga dasawarsa berjalan terlalu jauh, menciptakan ketidaksetaraan warga, seperti, jurang dalam antara kaya dan miskin serta korupsi, yang mengakar.

Perbedaan terkait Mao terutama diungkapkan di Australia, rumah bagi salah satu komunitas terbesar China di luar negeri, dimana lebih dari satu juta dari 24 juta populasi Australia adalah kelahiran China, atau mengaku memiliki keturunan China.

Di Australia, petisi dalam talian menyeru dewan kota menarik tempat konser, dan mendapat dukungan dari sekitar 3.000 orang hingga Kamis siang.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016