Kuala Lumpur, Malaysia (ANTARA News) - Malaysia bersiap untuk menghadapi lebih banyak kasus Zika, para pejabat mengatakan pada Minggu, setelah mendeteksi kasus setempat pertama, yang dapat memperbesar usaha pelayanan kesehatan yang sedang berjuang melawan demam berdarah.

Baik Zika, yang memberikan resiko terhadap para wanita hamil, dan virus demam berdarah yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang umum di Malaysia yang tropis itu dan di negara sekitarnya.

Singapura, salah satu negara tetangganya, telah melaporkan lebih dari 200 kasus Zika.

Tiga hari yang lalu, Malaysia melaporkan kasus Zika pertamanya, seorang wanita yang tinggal di dekat Kuala Lumpur yang tertular virus itu saat baru kembali dari Singapura.

Pada Sabtu, pihak berwenang Malaysia mengatakan bahwa mereka telah mendeteksi kasus penularan setempat mereka: seorang pria berusia 61 tahun di kota Kinabalu, di wilayah Malaysia yang ada di pulau Kalimantan.

"Konfirmasi kasus Zika kedua di kota Kinabalu itu menandakan bahwa virus itu telah ada dalam lingkungan kami," Menteri Kesehatan Subramaniam Sathasivam mengatakan.

"Zika menular di negara kami. Sejumlah kasus baru akan terus muncul," dia menuliskan dalam akun Facebook miliknya.

Infeksi Zika terhadap para wanita hamil telah ditunjukkan dengan adanya kasus mikrosepalus, sebuah kecacatan lahir dimana ukuran kepala dan otak bayi yang lahir itu kecil, dan menyebabkan sejumlah kecacatan lainnya.

Hubungan antara Zika dengan mikrosepalus pertama kali terungkap pada musim gugur lalu di Brazil, yang sejak saat itu telah tercatat sejumlah 1.800 kasus Zika.

Terhadap orang dewasa, infeksi Zika juga dikaitkan dengan sindrom syaraf yang jarang ditemui, yang disebut dengan Guillain-Barre, begitu pula dengan kecacatan syaraf lainnya.

Pemberantasan demam berdarah

Sejak melaporkan kasus Zika pertama di negara itu, Malaysia telah menggencarkan penyemprotan insektisida untuk memberantas nyamuk. Mereka juga meningkatkan pemeriksaan kesehatan di perbatasan utama mereka dengan Singapura, tempat 200.000 orang melintas tiap harinya.

Malaysia, yang memiliki jumlah penduduk sekitar 30 juta jiwa, dan dengan luas negara sekitar 46 kali luas Singapura, menghadapi tantangan untuk memberantas Zika, para dokter mengatakan.

"Zika akan menyebar lebih cepat di Malaysia daripada Singapura karena jumlah nyamuk Aedes kami lebih banyak dan tempat perkembangbiakan mereka sangat banyak," ujar Amar Singh, kepada departemen pediatrik di Rumah Sakit Raja Permaisuri Bainun di kota Ipoh, Malaysia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencantumkan sistem pelayanan kesehatan Malaysia sebagai yang paling berkembang nomor 49 di dunia. Singapura masih menduduki posisi sepuluh terbesar.

Tidak ada vaksin atau perawatan untuk Zika, yang dekat dengan demam berdarah dan penyakit kuning (Chikungunya) dan menyebabkan demam dan mata yang memerah. Sekitar 80 persen orang-orang yang terinfeksi menunjukkan gejala-gejala itu, yang membuatya sulit bagi wanita hamil untuk diperiksa apakah mereka tertular atau tidak.

Pihak WHO menyatakan penularan Zika itu sebagai sebuah keadaan darurat internasional, dan jika perlawanan Malaysia terhadap demam berdarah itu mengalami kesulitan, mereka akan berjuang untuk melawan Zika.

Malaysia mencatat sejumlah 120.836 kasus demam berdarah pada tahun lalu, termasuk 336 di antaranya meninggal, yang terbanyak sejak 1995, menurut data pemerintah. Pada tahun ini, terdapat sekitar 75.000 kasus demam berdarah dengan 166 di antaranya meninggal.

Pihak berwenang Malaysia mengatakan bahwa demam berdarah merupakan permasalahan yang lebih besar daripada Zika.

Namun para pakar kesehatan setempat meyakini bahwa Zika kurang diperhatikan di Asia Tenggara saat pihak berwenang gagal untuk memeriksa dan juga dikarenakan gejalanya yang sulit dikenali.

Pihak WHO mencantumkan Indonesia, Thailand, Filipina dan Vietnam sebagai negara-negara dengan "kemungkinan penyebaran atau bukti terdapatnya nyamuk pembawa Zika pada 2016".

Virusitu pertama kali teridentifikasi di Uganda pada 1947 dan masih merupakan hal asing di Amerika hingga 2014 lalu. Demikian laporan Reuters.

(Uu.Ian/KR-MBR/M007)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016