Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi UU Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Kepolisian yang dimohonkan oleh seorang ibu rumah tangga, Sri Royani.

"Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.

Sri Royani yang menguji ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf g, Pasal 120 ayat (1), Pasal 229 ayat (1) KUHAP dan Pasal 16 ayat (1) huruf g UU Kepolisian, merasa keberatan dengan aturan pemanggilan ahli dan penggantian biaya bagi ahli yang dihadirkan penyidik dalam persidangan.

Terkait dengan hal itu Mahkamah menilai permohonan Sri Royani tidak beralasan menurut hukum.

Mendatangkan ahli menurut Mahkamah merupakan kewenangan penyidik dalam rangka mencari dan melengkapi bukti sehingga membuat terang tindak pidana.

"Oleh karena itu, pembatasan penyidik untuk mendatangkan ahli jika belum menemukan minimal 2 alat bukti yang sah sebagaimana diminta Pemohon justru dapat mendorong terjadinya pelanggaran hak asasi manusia," ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.

Hakim Konstitusi Anwar menjelaskan bahwa semakin banyak alat bukti yang ditemukan maka semakin terang tindak pidana yang terjadi dan meminimalisasi orang yang tidak bersalah dipidana, sehingga dapat mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.

Selain itu terkait dengan keberatan Pemohon atas aturan penggantian biaya bagi ahli yang memberikan keterangan di persidangan, Mahkamah menilai bahwa hal itu tidak beralasan menurut hukum.

"Sudah selayaknya seorang yang telah memberikan keahliannya mendapatkan penghargaan sewajarnya yang dibebankan kepada pihak yang menghadirkan," pungkas Hakim Konstitusi Anwar.

Pewarta: Maria Rosari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016