Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Riau menyatakan satu anak gajah Sumatera mati di areal perkebunan hutan tanaman industri di Kabupaten Bengkalis, Riau, Kamis.

"Gajah itu mati di HTI (hutan tanaman industri), bukan di kawasan konservasi," kata Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau, Fifian J Yogaswara, di Pekanbaru, Kamis.

Ia menjelaskan, tim lapangan BBKSDA Riau awalnya mendapat informasi anak gajah itu pada pukul 15.00 WIB, Rabu (7/9). Fifian mengatakan lokasi gajah tersebut berada di areal hutan tanaman industri PT Arara Abadi.

Saat itu gajah malang itu dalam kondisi masih hidup dan berada di sebuah lubang penuh air hingga merendam setengah tubuh bongsornya.

"Kami sudah berusaha menolong, namun perlu waktu karena harus meminta bantuan dari LSM Vesswick di Medan dan tim dari Pekanbaru baru bisa berangkat Kamis pukul 08.00 pagi. Bahkan, gajah jinak juga kami siapkan untuk membantu, tapi ternyata gajah sudah terlanjur mati," katanya.

Fifian menduga kuat gajah itu merupakan kawanan dari Kawasan Suaka Margasatwa Balai Raja yang berbatasan dengan konsesi HTI Arara Abadi. Anak gajah terpisah dari induknya karena sakit.

"Gajah itu diduga mati karena sakit karena di tubuhnya terdapat banyak luka-luka akibat tusukan," ujarnya.

Namun, untuk memastikan penyebab kematiannya, Fifian mengatakan, BBKSDA Riau perlu melakukan otopsi.

Sementara itu, Humas PT Arara Abadi, Nurul Huda, mengatakan, gajah liar tersebut diduga sebelumnya terluka karena diketahui ada bekas luka di daerah punggung yang sudah bernanah dan kakinya juga terluka.

"Dalam keadaan terluka gajah tersebut berusaha cari air dan menemukan embung air di lokasi perusahaan," ujarnya.

Menurut dia, tim BBKSDA bersama tim Arara Abdadi berusaha mengeluarkan gajah itu sambil mengeluarkan nanah dari luka di punggunya.

Namun karena gajah itu dalam kondisi yang sudah lemah karena sebelumnya terluka, gajah itu tidak tertolong lagi.

Ketika ditanyakan apakah embung itu dibuat perusahaan untuk lokasi gajah mendapatkan air, dia membantah. "Tidak, tapi untuk sumber air, salah satunya untuk menjaga kelembaban dan antisipasi sumber air pemadaman (kebakaran) dan lain-lain," ujarnya.

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016