Jakarta (ANTARA News) - Team leader online partnership YouTube South East Asia and Australia-New Zealand, Niken Sasmaya, mengungkap sistem pengiklanan di YouTube.

"Kami ada beberapa tipe pembayaran di YouTube, ada cost per view, cost per impression, ada cost per click juga, kami memberi kebebasan kepada pengiklan," kata dia, ditemui usai pembukaan YouTube Space Jakarta, di Jakarta, Kamis.

"Kami membayar ketika user melakukan apa (sesuai dengan ketentuan), dan kreator akan mendapat revenue share dari pengiklan yang pasang iklan di Google," lanjut dia.

Lebih lanjut, Niken menjelaskan cost per view merupakan iklan yang diputar sebelum video dimulai, berdurasi 15 sampai 30 detik, ada yang bisa dilewati, ada yang tidak bisa dilewati. Jika dilewati, pengiklan tidak membayar, dan kreator tidak mendapatkan pendapatan.

Ada juga cost per impression, di mana pengiklan tidak terlalu memusingkan clickers atau posisi tampilnya iklan, asalkan iklan muncul dan dilihat banyak orang.

Pengiklan yang biasanya memilih jenis iklan ini mengincar awarness publik, misalnya baru saja meluncurkan produk baru. Iklan Cost impression biasanya hadir dalam format banner.

Sedangkan iklan cost per click dihitung ketika user meng-klik iklan. Jika iklan tidak di-klik, pengiklan tidak membayar ke YouTube, dan kreator tidak mendapat pendapatan.

Pembayaran dilakukan per bulan, namun para kreator setiap harinya dapat menghitung pendapatan dari iklan melalui YouTube Analytics.

Sistem monetisasi bagi kreator berjalan secara otomatis, dimulai sejak para kreator membuat channel YouTube, lalu mengunggah konten original.

"Secara otomatis kreator sudah berhak untuk memonetisasi video mereka. Jadi, hanya ada satu tombol tinggal di-klik di YouTube setting untuk memonitisasi channel," kata Niken.

"Nanti dari situ bisa di-setting, video ini dikasih iklan atau tidak, semua setting ada, dan revenue-nya secara otomatis akan mengalir," sambung dia.

Sementara itu, Niken mengatakan bahwa sebuah video bagi YouTube layak untuk dimonetisasi atau tidak tergantung pada kebijakan setiap negara.

"Ada beberapa video yang memang kami tidak mau ada muncul iklan di situ, misalnya konten-konten porno atau dewasa. Secara rutin pun sistem kami mencoba melacak konten-konten seperti itu, dan kami hapus dari YouTube," ujar dia.

"Dari pengiklan pun mereka sebenarnya punya pilihan sendiri, mereka bisa memilih kategori apa yang mereka block di YouTube, misalnya mereka tidak mau iklan mereka muncul di konten yang berbau politik karena sensitif," tambah dia.

Niken pun berbagi tips untuk para YouTuber yang baru membuka channel.

"Jangan pikirkan soal revenue, jangan pikirkan soal duit dulu, kebanyakan dari YouTuber sukses berdasarkan passion," ujar Niken.

"Coba buat konten yang memang disukai dan revenue akan selalu mengikuti bila berhasil mengembangkan fan based YouTube dari konten-konten yang memang disukai," tutup dia

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016