... dia akan memikirkannya sekarang, apa yang terjadi antara saat ini dan 2018?"...
Washington, Amerika Serikat (ANTARA News) - Presiden Rusia, Vladimir Putin, diperkirakan akan kembali mencalonkan diri pada 2018 dan kemungkinan akan memberlakukan kebijakan otoriter yang lebih keras untuk menangani perekonomian, kata analis tinggi CIA soal Rusia, Selasa (Rabu WIB).

Komentar publik itu diutarakan Kepala Unit CIA, Peter Clement, yang memantau Rusia, mengutarakan bagaimana pandangan para pejabat tinggi intelijen Amerika Serikat terhadap Putin dan kemana dia akan membawa negara itu saat ia diperkirakan bersiap kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada 2018.

Sebagian besar analis intelijen memperkirakan Putin akan kembali mencalonkan diri, seperti yang dia indikasikan tiga tahun lalu, ujar Clement. "Namun dia akan memikirkannya sekarang, apa yang terjadi antara saat ini dan 2018?".

Clement mengatakan dalam konferensi Universitas Washington sehari setelah partai Rusia Bersatu pro-Putin memenangi suara mayoritas dalam majelis rendah.

Kemenangan itu dipandang sebagai semacam papan loncatan bagi kembalinya Putin dalam perebutan kursi kepresidenan.

Belakangan ini Putin mengatakan, masih terlalu dini untuk mengatakan apakah dia akan mencalonkan diri pada 2018 untuk masa jabatan presidennya yang keempat, yang akan membuat dirinya kembali berkuasa hingga 2024.

Pengawas veteran Kremlin mengatakan, Putin --bekas agen KGB itu-- memiliki sejumlah "indikator" terkait kemana mantan pejabat intelijen Soviet itu akan membawa Rusia. 

Termasuk laporan berita terkait kemungkinan penyusunan ulang besar dinas intelijen Rusia dimana sejumlah lembaga intelijen rakyat domestik dan asing akan digabungkan menjadi satu organisasi yang didominasi lembaga domestik, Dinas Keamanan Federal, ujarnya.

"Apa yang saya lihat itu adalah potensi pengetatan kemasyarakatan," ujar Clement, menambahkan bahwa dia menganggap putin sangat, sangat takut akan ketidakstabilan dan kekacauan.

Mantan Wakil Kepala CIA, John McLaughlin, mengatakan, pada saat yang sama Putin bertindak pasif dikarenakan penurunan harga minyak dan sejumlah sanksi Amerika Serikat dan Uni Eropa yang diterimanya atas kegiatan pencaplokan Semenanjung Krimea.

Clement mengatakan bahwa Rusia terjebak dalam "mono-ekonomi" perminyakan dan mengutip laporan berita Rusia yang menyebutkan pemerintah akan menaikkan usia pensiun.

"Intinya adalah mereka mulai memperhitungkan dengan teliti," ujarnya.

Ketakutan pemimpin Rusia itu, tambahnya, juga tampak berasal dari pengalaman yang berhubungan dengan Putin dalam otobiografinya.

Pada Desember 2989, Putin, yang saat itu merupakan pejabat di KGB, menyaksikan kerumunan menyerbu markas polisi rahasia Jerman Timur Dresden dan mengancam markas KGB di dekatnya, dimana dia bertugas.

Clement mengatakan, kekhawatiran Putin dengan kekacauan itu diperbesar sejumlah demonstrasi besar yang terjadi di Moskow atas tuduhan penggelapan suara dalam pemilu parlementer 2011.

"Dia tidak akan membiarkan hal itu terulang kembali," ujarnya.

Setelah terpilih untuk menjalani masa jabatannya yang pertama pada 2000, Putin berfokus untuk mengakhiri kekacauan pasca-Soviet dan menggabungkan kembali Rusia.

"Sekarang saya lihat dia telah meluas. Sekarang saya melihat lebih banyak Putin KGB dari yang kita ketahui," ujar Clement, menambahkan, pemimpin Rusia itu berkeinginan untuk membangun  warisan sebagai seorang pemimpin yang kuat, termasuk dengan pencaplokannya terhadap Semenanjung Krimea dari Ukraina pada Maret 2014.

"Saya rasa pandangan dia sendiri saat ini adalah bahwa dia telah melakukan sesuatu yang akan menempatkan namanya dalam sejarah Rusia. Dia juga diperkirakan akan menjadi orang yang mengembalikan kejayaan Rusia dan dia pasti meyakini Rusia perlu untuk menjadi sebuah kekuatan militer yang kuat," kata Clement.

Dia mengatakan,  pengeluaran untuk pertahanan meningkat di bawah Putin, meskipun terdapat perdebatan untuk pertama kalinya atas pemotongan anggaran militer. Juga, campur tangan dalam perang saudara Suriah telah memastikan pengaruh Rusia di Timur Tengah.

"Campur tangan Putin memaksa Amerika Serikat untuk menghadiri pertemuan (negosiasi) dan memandangnya secara esensial bukan hanya sebagai seorang aktor, namun kedudukan yang sepadan," kata Clement.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016