Malam ini istirahat berikutnya untuk klarifikasi dugaan pelanggaran disiplin."
Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) belum memeriksa jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Farizal, yang menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan perkara dugaan impor gula ilegal.

"Perlu kami sampaikan bahwa beliau baru datang kemarin dari Sumatera Barat. Sampai di Kejaksaan Agung di kantor jam 12 malam, posisinya masih lelah. Oleh karena itu, demi percepatan proses hukum yang ada di KPK, maka kita sampaikan. Malam ini istirahat berikutnya untuk klarifikasi dugaan pelanggaran disiplin," kata Inspektur Muda Bagian Kepegawaian Kejaksaan Wito di Gedung KPK Jakarta, Rabu.

Wito bersama timnya sekira pukul 12.00 WIB hari ini mengantarkan Farizal untuk diperiksa di KPK sebagai saksi untuk tersangka Xaveriandy Sutanto. Wito juga yang menjemput Farizal di KPK sekira pukul 20.00 WIB.

Farizal sudah menyelesaikan pemeriksaan sejak pukul 18.00 WIB. Namun, ia saat keluar dari Gedung KPK dicecar pertanyaan oleh awak media sehingga Farizal berjalan cepat keluar Gedung KPK.

Ia sempat berusaha memberhentikan taksi, namun supir angkutan umum itu menolak. Farizal pun mengitari depan Gedung KPK, dan kembali masuk ke ruang tunggu hingga Wito dan rombongan menjemputnya.

"Kan masih tersangka. Kita tunggu saja dulu. Jadi, kita tetap sama-sama menghormati. Kita terus intensif untuk kelancaran bersama, baik di KPK maupun di Kejaksaan. Saya mohon kepada teman-teman kedua lembaga sesuai dengan hasil koordinasi pimpinan kami Pak Jaksa Agung dan Pak Jamwas dengan KPK," tambah Wito.

Wito juga menegaskan bahwa Kejaksaan Agung juga akan memeriksa pihak lain yang terkait kasus ini, termasuk Kepala Kejati Sumatera Barat (Sumbar) Widodo Supriadi dan Asisten Pidana Khusus Dwi Samudji.

"Iya, iya diperiksa," jawab Wito saat ditanya mengenai pemeriksaan keduanya.

Dalam perkara yang ditangani KPK, Farizal diduga menerima Rp365 juta dalam empat kali penyerahan dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto, yang menjadi terdakwa kasus dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton.

Sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga bertindak seolah sebagai pensihat hukum, seperti membuat eksepsi dan mengatur saksi yang menguntungkan Xaveriandy.

Kasus itu juga melibatkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman yang diduga menerima Rp100 juta agar bersedia mengusahakan penambahan kuota gula impor untuk CV Semesta Berjaya dengan imbalan sejumlah uang per kilogram gula.

Xaveriandy dan istrinya, Memi, disangkakan berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 201 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan, Irman Gusman dan Farizal disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016