Jakarta (ANTARA News) - Praktisi restorasi film Lisabona Rahman menilai restorasi digital belum cukup untuk menyelamatkan film-film klasik Indonesia.

"Restorasi ibarat membuatkan salinan yang lebih bersih dibandingkan copy analognya. Proses restorasi yang paling canggih sekalipun enggak akan mungkin menyelamatkan suatu film kalau material aslinya rusak," ujar dia dalam diskusi soal restorasi film klasik di Jakarta, Rabu.

Kendati akhirnya restorasi bisa dilakukan, sambung dia, namun, upaya ini mahal dan lama. Terlebih, bila material filmnya rusak.

"Dalam prosesnya, biayanya tergantung kondisi kerusakan. Secara umum, upaya mahal. Setiap tahapnya, kalau material rusak, 50:50. Proses ini lama," tutur Lisa.

Selain itu, diperlukan riset mengenai kondisi film, kondisi kreatif penciptanya dan kondisi masyarakat, sehingga film yang direstorasi merupakan film yang penting untuk masyarakat.

"Karena itu film yang dipilih dinilai dari segi apakah dia penting untuk masyarakat. Film 'Lewat Djam Malam' misalnya soal trauma perang, anak-anak muda kehilangan harapan hidup," kata Lisa.

Sejauh ini, Lisa terlibat dalam restorasi sejumlah film klasik semisal "Tiga Dara" dan "Lewat Djam Malam".

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016