Pada 5.600 hingga 9.500 tahun yang lalu, manusia primitif yang diperkirakan merupakan "nenek moyang" masyarakat Sunda ternyata pernah menghuni ruang goa-goa yang berada di ketinggian 716 meter di atas permukaan laut.

Masyarakat setempat menyebut kawasan itu sebagai Goa Pawon karena menurut penelitian, daerah tersebut memiliki "pawon" atau dapur setelah ditemukannya sisa-sisa makanan manusia purba berupa bekas cangkang kerang.

Goa yang terletak di daerah Cipatat, Kabupaten Bandung Barat itu dapat didatangi oleh pelancong baik dengan menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum.

Untuk wisatawan yang gemar "backpacker-an", pelancong dapat menggunakan moda transportasi bus dengan rute Bandung-Cianjur kemudian turun di Jalan Mekarwangi kemudian menumpang ojek motor untuk masuk ke area wisata Goa Pawon.

Antara yang berkunjung ke Goa Pawon pada Senin memakan waktu tempuh perjalanan darat menggunakan kendaraan roda empat untuk ke Goa Pawon mencapai sekitar 90 menit jika melalui tol dan keluar di gerbang tol Padalarang.

Harga tiket masuk yang dikenakan bagi setiap pengunjung ke kawasan wisata itu yaitu Rp5.000.

Kondisi jalan masuk ke tempat wisata itu mulus karena sudah dibeton dengan lebar jalan sekitar lima meter.

Luas parkiran Goa Pawon cukup untuk menampung sekitar 30 kendaraan pribadi dengan latar parkiran menggunakan "paving blok".

Pelancong dapat melihat papan informasi yang menjelaskan keterangan "manusia pawon" yang ditemukan di goa tersebut beserta jenis flora dan fauna yang berada di kawasan itu.

Bagi orang tua yang ingin mengajak putra-putrinya untuk berwisata edukasi, situs Goa Pawon terbilang cukup lengkap karena memiliki sejumlah hal yang dapat diteliti yaitu pembentukan jalur pegunungan kapur atau "karst" Rajamandala, sisa kehidupan mahluk purbakala, hingga kehidupan satwa seperti monyet ekor panjang "macaca fascicularis".

Selain itu, kawasan Goa Pawon juga dapat menjadi surga bagi para penggemar olah raga ekstrim panjat tebing karena memiliki beberapa dinding yang menantang untuk ditaklukkan.

Untuk mencapai bagian pertama di Goa Pawon bernama ruang "lumbung padi", pengunjung harus melalui susunan tangga tanah ke mulut goa.

Pengunjung perlu berhati-hati dengan berjalan sedikit menunduk karena celah vertikal goa yang sempit dan stalagmit yang menggantung.

Usai melalui "pintu" itu, pengunjung tiba di ruang "lawa" dan akan tercium bau kotoran kelelawar yang menyengat karena memang tempat itu dijadikan hunian bagi kelelawar Pedan Jawa atau "nycteris javanica".



Dapur

Langit-langit di Ruang Lawa begitu tinggi dan diperkirakan merupakan dapur yang dilengkapi dengan lubang udara yang menjulang hingga ke puncak bukit sehingga berbentuk menyerupai cerobong asap yang dipahat oleh alam selama jutaan tahun hingga saat ini.

Dasar ruangannnya dipenuhi oleh "guano" atau kotoran kelelawar yang mengandung fosfat yang cocok untuk pupuk penyubur tanaman.

Kemudian, ruang selanjutnya yaitu goa kopi yang merupakan tempat ditemukannya kerangka manusia prasejarah, artefak serta kepingan tulang vertebrata dan sisa makanan lain.

Dijuluki goa kopi karena sebelumnya ditemukan banyak pohon kopi tumbuh di tempat itu.

Layaknya tempat tinggal, manusia prasejarah di Goa Pawon juga memiliki jendela alami yang menghadap ke utara.

Di tempat itu tidak tercium bau kotoran kelelawar, melainkan angin sejuk yang berhembus dari lembah di bawah Goa Pawon.

Peneliti menyatakan bahwa dahulunya Goa Pawon memiliki ruangan yang tertutup. Namun saat ini kondisi bagian jendela telah terbuka karena runtuh.

Menurut survei GHR Von Koenigswald dan AC De Yong pada sekitar tahun 1930, Goa Pawon dahulunya terletak di tepi Danau Bandung Purba.

Sebelum manusia menghuni kawasan itu, goa tersebut berada di bawah permukaan laut karena ditemukannya fosil-fosil mahluk laut dan terbentuknya karang-karang gerusan ombak.

Akibat pergerakan lempeng bumi, "pulau kapur" tersebut terangkat menyembul ke atas permukaan laut dan kemudian menjadi pegunungan kapur atau karst dengan jalur Citatah-Rajamandala seperti masa ini.

Kontingen atlet perhelatan PON XIX dari seluruh Indonesia dapat mengunjungi Goa Pawon untuk mengetahui asal mula terbentuknya Bandung yang sebelumnya merupakan danau purba.

Para pelancong juga dapat menikmati tatanan batu bentukan alam di "Stone Garden" yang memanjakan wisatawan dengan keindahan alam Bandung Barat yang sebagian besar dikelilingi oleh bukit kapur dan lembah hijau.

Susunan batu dan hijaunya rerumputan membuat pemandangan di stone garden begitu unik.

Banyak muda-mudi yang memanfaatkan keindahan batuan dan pemandangan alam di "stone garden" untuk dipamerkan di media sosial masing-masing.



Sepertinya tepat jika situs Goa Pawon dan Stone Garden dipromosikan lebih gencar sebagai situs wisata edukasi untuk membantu peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dengan target 20 juta pada 2019.

Wisatawan domestik maupun mancanegara dapat mengetahui asal usul Jawa Barat, khususnya Bandung sebagai "tanah legenda".

Sementara itu, juru pelihara Goa Pawon, Hendi (43), menjelaskan Goa Pawon mulai ramai pada 2014 setelah dikembangkannya wisata "Stone Garden" tersebut.

"Jumlah wisatawan setiap pekan rata-rata mencapai 100 orang," ujar dia.

Hendi yang sudah menjaga situs itu selama lima tahun berharap dengan promosi "Stone Garden" maka dapat mengenalkan situs prasejarah Goa Pawon di Kabupaten Bandung Barat menjadi tujuan wisata selain kawasan yang sudah terkenal seperti Gunung Tangkuban Parahu maupun Kawah Putih di Ciwidey.

Oleh Bayu Prasetyo/ foto : Yusran Uccang
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016