Jakarta (ANTARA News) - Perseroan Terbatas Pertamina menyatakan pengapalan perdana liquefied petroleum gas (LPG) hasil kerja sama dengan perusahaan minyak Iran (National Iranian Oil Company/NIOC) untuk Indonesia direncanakan pada 26 September mendatang.

"LPG sudah tanda tangan kerja sama dan rencananya pengapalan pertama LPG dari Iran untuk Indonesia pada tanggal 26 sampai 27 September mendatang," kata Senior Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Daniel Purba di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (21/9).

Daniel mengatakan bahwa tingginya permintaan LPG Indonesia membuat perseroan harus memasok dari Iran melalui penandatanganan nota kesepahaman (MOU) pada bulan Agustus lalu dalam rangka jual beli LPG pada tahun 2016 dan 2017.

Adapun banyaknya LPG pada pengapalan pertama sebanyak 44.000 metrik ton (MT) yang terdiri atas 22.000 MT komposisi propane (C3) dan 22.000 MT komposisi butane (C4).

Perseroan akan menggunakan kapal milik Pertamina Gas 2 dengan Terminal LPG Kalbut Situbondo menjadi terminal bongkar LPG. Distribusi LPG dari Iran dijadwalkan pada tanggal 11 s.d. 12 Oktober 2016.

Pertamina pun sangat berhati-hati melakukan pengapalan ini dengan memastikan seluruh pihak terlibat, seperti operator pelabuhan dan "surveyor" tidak termasuk dalam daftar "sanction list" Uni Eropa, Amerika Serikat, dan PBB.

"Kami berupaya agar pengapalan ini lancar sehingga kami pastikan mulai dari agen, operator pelabuhan, dan semua yang terlibat dalam pengapalan tidak dalam sanction list tersebut," ujar Daniel.

Menurut data ISC, impor LPG dalam beberapa bulan terakhir tidak memiliki fluktuasi yang berarti, yakni 352 juta ton pada bulan Juli s.d. September 2016 dan pada bulan Oktober akan naik menjadi 396 juta ton dengan penambahan impor dari Iran.

Sebelumnya, pada tanggal 8 Agustus lalu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dan Managing Director NIOC Ali Kardor menandatangani MOU untuk melakukan studi awal terhadap dua lapangan minyak raksasa di Iran, yaitu Ab-Teymour dan Mansouri (Bangestan-Asmari).

Berdasarkan nota kesepahaman itu, Pertamina memiliki waktu 6 bulan untuk melakukan studi dan selanjutnya menyampaikan preliminary proposal pengembangan kedua lapangan "onshore" yang memiliki cadangan lebih dari 5 miliar barel tersebut.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016