Prosedur standar operasional KPK memang seperti itu. Hukum harus ditegakkan sama. Mudah-mudahan kita tidak membeda-bedakan."
Jakarta (ANTARA News) - Mantan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan kuota gula impor, secara resmi mengajukan penangguhan penahanan pada Kamis (22/9).

Permohonan penangguhan penahanan itu dengan jaminan 51 orang anggota DPD dan istri Irman. Di antara 51 anggota DPD tersebut, tidak ada di antaranya yang merupakan unsur pimpinan.

Selama ini, KPK sangat jarang memberikan penangguhan penahanan terhadap seseorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, apalagi yang ditangkap melalui operasi tangkap tangan (OTT).

"Tergantung penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan. Biasanya kalau OTT memang jarang ada penangguhan karena KPK terbatas peraturan maksimum 60 hari," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Ketua KPK Agus Rahardjo juga mengisyaratkan tidak akan mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Irman. Menurut dia, proses penangkapan dan penahanan Irman sudah sesuai prosedur.

"Prosedur standar operasional KPK memang seperti itu. Hukum harus ditegakkan sama. Mudah-mudahan kita tidak membeda-bedakan," ujarnya.

Penangguhan penahanan memang dimungkinkan berdasarkan hukum acara pidana yang dianut di Indonesia.

Pasal 21 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur penahanan dilakukan dengan alasan khawatir tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindakan pidana.

Sedangkan Pasal 21 Ayat (4) KUHAP mengatur penahanan dilakukan apabila tindak pidana yang dilakukan diancam dengan hukuman pidana minimal lima tahun.

Untuk mendapatkan penangguhan penahanan, Irman dan para penjaminnya harus dapat menjamin kekhawatiran-kekhawatiran yang disebutkan pada kedua ayat tersebut tidak akan terjadi.


Sulit Dipenuhi

Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani mengatakan penangguhan penahanan Irman Gusman kemungkinan akan sulit diberikan meskipun dijamin oleh sejumlah anggota DPD.

"KPK masih mengembangkan kasus korupsi gula impor yang diduga melibatkan Irman dengan sasaran yang lebih luas, baik pejabat yang terlibat maupun kebijakan yang dibuat," ucap Julius.

Julius mengatakan KPK harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang diatur dalam KUHAP sebelum memutuskan untuk menahan Irman. Bila persyaratan-persyaratan itu sudah terpenuhi, meskipun itu pendapat subjektif penyidik, akan sulit KPK mengabulkan penangguhan penahanan.

Bahwa penjamin adalah anggota DPD yang lain, hal itu tidak bisa menjadi nilai lebih apalagi sebuah hak istimewa bagi Irman sebagai tersangka, karena asas perlakuan yang sama di hadapan hukum harus ditegakkan.

"Yang menjadi pertanyaan adalah bila anggota DPD itu mau menjamin Irman dengan jaminan tidak akan mengulangi tindakan pidana, sebagai sesama anggota DPD saja mereka sudah terbukti gagal menjaga Irman agar tidak melakukan tindak pidana korupsi, sampai akhirnya ditangkap oleh KPK, bagaimana sekarang mereka bisa menjamin?" tanyanya.

Pengajar hukum tata negara UIN Jakarta Ismail Hasani juga meyakini KPK akan menolak penangguhan penahanan Irman Gusman meskipun sejumlah anggota DPD menjadi penjamin.

"Secara hukum acara pidana, penangguhan penahanan memang memungkinkan. Namun, sejauh yang saya tahu, selama ini KPK tidak pernah menerima penangguhan penahanan," imbuh Ismail.

Ismail mengatakan KPK tidak pernah mengabulkan permohonan penangguhan penahanan karena hal itu merupakan hak dan kewenangan subjektif yang dimiliki penyidik.

Apalagi, selama ini tahanan KPK juga selalu diberi akses untuk dijenguk dan diperlakukan secara baik, sehingga tidak ada alasan substantif bagi tahanan untuk ditangguhkan.

"Karena itu, bila penangguhan penahanan yang diajukan Irman Gusman dengan jaminan sejumlah anggota DPD tersebut dipenuhi, maka hal itu bisa menjadi preseden buruk bagi KPK, terutama bagi upaya pemberantasan korupsi," tuturnya.

Apalagi, selama ini tidak ada hubungan kerja secara langsung antara DPD dengan KPK, berbeda dengan hubungan kerja antara Komisi III DPR dengan KPK.

Ismail menilai langkah sejumlah anggota DPD yang menjadi penjamin permohonan penangguhan penahanan Irman Gusman kepada KPK justru bisa merusak citra lembaga tersebut.

"Secara tidak langsung, penjaminan itu bisa membangun citra bahwa DPD tidak mendukung langkah KPK dalam pemberantasan korupsi," tegasnya.

Apalagi, KPK selama ini tidak pernah memberikan diskresi atau penangguhan penahanan, siapa pun yang menjamin. Karena itu, langkah sejumlah anggota DPD yang menjamin Irman bisa diartikan negatif oleh masyarakat.

"Justru bila permohonan penangguhan penahanan itu dikabulkan, itu bisa menjadi preseden buruk bagi KPK, terutama bagi upaya pemberantasan korupsi," tuturnya.

Ismail mengatakan penjaminan penangguhan penahanan yang dilakukan anggota DPD terhadap Irman juga bisa ditafsirkan sebagai intimidasi politik kepada KPK.

"Secara politik, penjaminan itu bisa ditafsirkan sebagai intimidasi terhadap KPK. Namun, secara etik, penjaminan itu bisa menimbulkan pandangan yang berbeda," tukasnya.


Alih Kuota

Kasus tersebut bermula dari penyelidik KPK yang "mencium" adanya dugaan keterlibatan Irman dalam pengalihan kuota gula impor sebesar 3.000 ton dari Jakarta ke Sumatera Barat yang diberikan oleh Bulog kepada CV Semesta Berjaya pada 2016.

Dengan menggunakan pengaruhnya sebagai ketua DPD, Irman meminta petinggi Bulog untuk mengalihkan kuota dari Jakarta sebanyak 3.000 ton ke Sumatera Barat.

Irman ditangkap pada Sabtu (16/9) dini hari di rumahnya dengan Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto bersama istri dan adiknya.

Kedatangan Xaveriandy dan istrinya adalah untuk memberikan Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog sehingga CV Semesta Berjaya bisa mendapatkan jatah impor tersebut.

Irman disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Xaverius dan istrinya disangkakan menyuap Irman dan jaksa Farizal yang menangani perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton.

Uang suap yang diberikan kepada Farizal sebesar Rp365 juta dalam empat kali penyerahan. Sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga bertindak seolah sebagai penasihat hukum Xaverius seperti membuat eksepsi dan mengatur saksi-saksi yang menguntungkannya.

KPK sudah menggeledah gudang gula dan rumah Xaverius pada 18 September di Padang dan membawa dokumen dan alat elektronik. Sedangkan pada 19 September, penyidik KPK memeriksa 3 pegawai Xaverius dan seorang swasta di Padang.

Oleh Dewanto Samodro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016