Mekkah (ANTARA News) - Jelang keberangkatan seluruh kelompok terbang (kloter) dari Mekkah, Arab Saudi, tercatat masih 85 kloter yang menerima layanan makan hingga 28 September.

"Layanan katering tinggal lima hari ke depan. Artinya, rata-rata jamaah haji di tiap kloternya, paling sedikit sampai saat ini sudah merasakan layanan katering selama tujuh hari," kata Kepala Seksi Katering Daerah Kerja Mekkah Evy Nuryana Rifai di Mekkah, Sabtu.

Mulai tahun 2016 jamaah Indonesia di Mekkah menerima layanan katering selama 12 hari dengan dua kali makan sehari atau total 24 kali atau lebih banyak dari tahun 2015 sebanyak 15 kali.

Layanan itu diberikan kepada jamaah haji Indonesia sejak 15 Dzulqadah 1437H/18 Agustus 2016 sampai dengan 4 Dzulhijjah 1436H/ 6 September 2016 atau pra puncak haji.

Kemudian dilanjutkan pasca puncak haji mulai 15 Dzuhijjah 1437H/17 September 2016M sampai dengan 4 Muharram 1438H/28 September 2016M.

Selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina jamaah mendapatkan layanan 15 kali makan dan satu kali camilan (snack).

"Total yang sudah dilayani sampai dengan saat ini berjumlah 302 kloter. Semuanya sudah 12 x 2 kali makan," katanya.

Menurut Evy, data hingga Jumat (23/9) mencatat 3,6 juta boks makan telah didistribusikan.

"Per tanggal 29 September, sudah tidak ada lagi layanan. Kita tinggal menyelesaikan tanda terima dari 23 perusahaan, untuk direkonsiliasi agar jumlah yang didistribusikan sesuai dengan data kita," ujarnya.

Terkait pelaksanaan layanan, Evy mengaku bersyukur karena secara umum pelaksanaan layanan katering pada tahun kedua di Mekkah berjalan lancar dan sesuai rencana.

Sekalipun ia mengaku masih ada sejumlah masalah yang ditemui di lapangan, namun hal itu masih bisa diatasi, salah satunya terkait keluhan nasi basi yang setelah ditelusuri ternyata karena jamaah tidak mengkonsumsinya sampai pada batas yang ditentukan.



Suara Jamaah


Sampai dengan layanan pascapuncak haji Evy mencatat sejumlah masukan dari jamaah haji Indonesia terkait layanan konsumsi di Mekkah.

Menurutnya, rata-rata jamaah meminta agar menu sayurnya diperbanyak dan lebih bervariasi.

Tapi menurutnya hal itu sulit dipenuhi karena tidak ada sayuran segar dengan kapasitas 155.200 jamaah di Mekkah.

"Yang ada sayuran frozen atau beku. Kalau untuk jumlah kecil, misalnya hanya seribu, mungkin ada. Tapi untuk jumlah besar, tidak bisa," katanya.

Ia mengatakan jenis sayuran yang ada di Mekkah juga terbatas pada buncis, wortel dan kacang polong.

"Memang di Makkah ada bayam, tapi paling hanya untuk 100 orang. Ada tempe, tapi juga untuk kapasitas kecil dan tidak bisa mendapatkannya setiap hari," katanya.

Ia mencatat ada juga jamaah yang meminta ikan asin, namun hal itu tidak bisa dikabulkan.

Menurutnya, kalau ikan asin ada ketentuan dari Baladiyah --pihak berwenang Arab Saudi-- yang melarang menyediakan makanan yang berbau menyengat.

Soal rasa, Evy juga mengaku mendengar masukan jamaah yang meminta agar masakannya lebih pedas.

Terkait rasa, Evy menjelaskan bahwa cita rasa masakan dibuat agar bisa dinikmati oleh seluruh jamaah, tidak hanya yang menyukai rasa pedas.

"Kalau orang Padang mungkin mintanya pedas, kalau orang Jawa nanti mintanya manis. Kita mencoba menyiapkan untuk yang mayoritas saja. Jadi tidak terlalu pedas. Itu juga untuk menjaga kesehatan mereka juga," katanya.

Masakan juga sengaja tidak terlalu asin karena banyak jamaah yang menderita hipertensi.

"Kita sampaikan kalau mau pedas, bisa bawa sambel dari Indonesia. Kalau kurang asin bisa ditambah garam," katanya.

Meski demikian, Evy mengaku kalau secara umum jamaah puas dengan layanan katering di Mekkah dan banyak yang meminta agar layanan katering di Mekkah ditambah harinya, tidak hanya 12 hari.

Keberhasilan layanan katering ini tidak terlepas dari kerja sama antara tim pengawas katering di Daker dan para petugas di sektor.

Tim pengawas katering berjumlah 12 orang, terdiri dari dua supir, dua tenaga penghubung, dua tenaga admnistrasi, seorang kasir dan lima tenaga pengawas produksi.

Kelima tenaga pengawas yang berasal dari kalangan profesional dan dosen Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung adalah Mandraditya Kusuma Putra, Anwari Masatip, Riki Rahdiwansyah, Dhony Yusuf Amier, dan Saripudin.

Dalam mejalankan tugasnya, mereka terbagi dalam dua tim.

Tugas mereka adalah mengawasi layanan penyediaan katering di 23 dapur yang dikontrak Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) mulai dari proses menyiapkan bahan baku hingga pengemasan produk.

Pewarta: Gusti NC Aryani
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016