Bombana (ANTARA News) - Harga cengkeh yang anjlok hingga Rp75.000 per kilogram membuat para petani yang telah memanen cengkeh di dua desa yaitu Desa Tirongkotua dan Rahadopi Kecamatan Kabaena Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara enggan untuk menjualnya.

"Kami tidak akan menjual cengkeh hingga harga bisa lebih mahal minimal sama dengan tahun sebelumnya," tutur salah seorang petani cengkeh di Desa Tirongkotua, Lahadi (59 TH) di Bombana, Senin.

Menurut Lahadi, dengan harga cengkeh sebesar Rp75.000, petani sangat merugi sebab telah mengeluarkan banyak biaya hingga musim panen tiba.

"Mulai dari pemeliharaan hingga upah pemetik, biayanya cukup tinggi," tutur Lahadi.

Khusus untuk upah pemetik cengkeh saja kata dia, pihaknya harus mengeluarkan dana minimal Rp10.000 per liter basah. " Untuk mencapai 1 kilogram cengkeh kering itu, setara dengan 4 hingga 5 liter cengkeh basah," imbuhnya.

Sementara itu, Hj. Sarina (45), salah seorang pedagang pengumpul cengkeh di Kabaena, mengaku bila tahun ini petani cengkeh tidak mau menjual hasil panennya.

"Kalaupun ada yang menjual hasil panen cengkehnya, itu karena membutuhkan dana praktis untuk membiayai anak-anak mereka yang sekolah baik di jenjang pendidikan dasar maupun yang di perguruan tinggi," urai Rina, sapaan akrabnya.

Menurut Najamuddin (56), juga salah seorang pedagang pengumpul cengkeh di Desa Rahadopi, harga cengkeh anjlok itu dimungkinkan karena merebaknya wacana kenaikan harga rokok yang mencapai Rp50ribu per bungkus.

"Tahun sebelumnya, petani cengkeh masih dapat menikmati hasil panennya sebab harganya mencapai Rp175.000 hingga Rp250.000 per kilogram, tapi kali ini sungguh sangat anjlok seiring adanya wacana kenaikan harga rokok," ungkapnya.

Oleh karena itu, baik petani maupun pedagang pengumpul di Kabaena berharap agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor pertanian.

Pewarta: Azis Senong
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016