Gharbiya, Mesir (ANTARA News) - "Saya menduga harga beras akan makin turun pada musim ini, dan akan lebih baik buat saya untuk membeli beras dibandingkan dengan menanamnya," kata Mahmoud Abdel Fattah, seorang petani yang berusia 55 tahun.

Musim panen padi tahun ini jatuh pada September di daerah Delta Nil di Mesir. Para petani akan sibuk memanen, mengemas dan menjual padi sepanjang bulan, dengan harapan bisa memperoleh lebih banyak uang untuk memberi makan keluarga mereka.

Menurut data resmi dari Pemerintah Mesir, harga beras melonjak 50 persen tahun ini. Di berbagai pasar swalayan di Kairo, Ibu Kota Mesir, harga per kilogram beras tnaik dari 3,5 pound Mesir (0,4 dolar AS) tahun lalu menjadi 11 pound, harga yang tak pernah terjadi sebelumnya, tiga bulan lalu.

Kenaikan harga mendorong lebih banyak petani menanam padi tahun ini. Namun, musim tahun ini bukan sumber kebahagiaan lagi sejak larangan ekspor beras, yang dikeluarkan oleh pemerintah pada Agustus, dengan tujuan mengendalikan harga dan memelihara stok untuk pasar lokal.

"Untuk musim tahun ini, saya telah mengeluarkan 2.000 pound Mesir untuk 12 are sejak Mei ini, tapi sekarang saya tak bisa mengharapkan hasil yang layak," kata Fattah sambil menyebar padi di tanah untuk dikeringkan, dengan bantuan putrinya dan dua cucunya.

Ia mengatakan setelah memperhitungkan biaya untuk membeli benih, pengolahan, penanaman, penggunaan mesin, pembayaran tenaga kerja dan panen, serta penghasilan, ia telah menyesalkan penanaman padi tahun ini.

Dengan suara mesin penuai padi terdengar dari belakang, keluarga Fattah mengumpulkan tanaman dengan menggunakan tangan dan menumpuknya. "Saya tak sanggup mengeluarkan 160 pound per hari untuk menyewa lebih banyak tangan," ia menambahkan.

Sejak 2011, ketika mantan presiden Hosni Mubarak digulingkan, Mesir telah terperangkap dalam kemacetan ekonomi dan masalah keamanan.

Pada 2016, masalah pangan telah menjadi makin serius akibat kenaikan harga. Kegagalan untuk menyimpan beras pada awal tahun ini telah membuat negeri tersebut berada dalam belas kasihan pedagang, yang biasanya tidak tertarik pada pasar lokal, atau rentan untuk menyimpan harga untuk menunggu harga lebih tinggi.

"Saya tak peduli dengan ekspor, saya cuma mau harga sama dengan tahun lalu, dengan harga yang lebih murah," kata Amal Moustafa, ibu rumah tangga yang berusia 30-an tahun, saat membeli sayuran di pasar.

"Beras adalah dasar buat makanan setiap hari, dan dengan harga tinggi, saya mengurangi jumlah sayuran dan daging untuk membeli lebih banyak beras," katanya. Ia mengatakan larangan ekspor beras benar-benar penting buat rakyat miskin yang tinggal di kota besar.

Namun, para petani berada di sisi yang berseberangan, mengenai larangan itu dan harga beras yang lebih murah.

"Sebenarnya, kami menghasilkan lebih dari cukup beras untuk keperluan dalam negeri, terutama tahun ini. Saya diberitahu bahwa harga per kilogram beras mungkin kurang dari tiga pound setelah musim panen," kata seorang petani yang bernama Abdel Shafy Qasem kepada Xinhua.

Ia menambahkan awal tahun ini banyak petani menanam padi dan tak seorang pun menduga pemerintah akan sepenuhnya melerang ekspor beras.

(Uu.C003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016