Jakarta (ANTARA News) - KPK terus mendalami peran panitia proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan atau KTP elektronik (e-KTP) dengan meminta keterangan dari mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman pada Selasa.

"Saya hanya diminta keterangan mengenai SK (Surat Keterangan) tim teknis yang lama, fungsinya apa saja, itu saja," kata Irman seusai diperiksa di gedung KPK di Jakarta, Selasa.

Irman sudah beberapa kali diperiksa untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP elektronik ini.

"Saya yang buat SK tim ini ditanya tugasnya apa saja. SK itu berdasarkan ketentuan, saya hanya mengeluarkan SK dari Dirjen," ungkap Irman.

Irman mengaku tidak ada arahan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saat itu yang dijabat oleh Gamawan Fauzi.

"Kalau arahan setahu saya tidak ada," tambah Irman.

Irman juga menolak berkomentar mengenai dugaan kerugian negara hingga sekitar Rp2 triliun dari pengadaan KTP elektronik ini.

"Kalau soal kerugian saya tidak mau berkomentar karena menurut saya kan sedang disidik, sekarang saya tidak tahu, tunggu saja sabar saja, KPK yang tahu siapa yang bertanggung jawab, siapa yang melakukan apa," ungkap Irman.

Selain Irman, KPK juga memeriksa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang merupakan orang pertama yang mengungkapkan perkara ini.

"Yang penting perkara e-KTP (saya) jadi whistleblower, prosesnya sudah berjalan, mudah-mudahan kerugian negaranya bisa kembali, itu tujuannya," kata Nazaruddin usai menjalani pemeriksaan.

Nazaruddin yang saat ini sedang menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin Bandung karena perkara korupsi penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan pencucian uang.

"Sekarang yang pasti e-KTP sudah ditangani oleh KPK, kita harus percaya KPK, yang pasti Mendagrinya (Gamawan) harus tersangka," tambah Nazaruddin.

Alasannya adalah Gamawan menurut Nazar menerima gratifikasi.

"KPK kan untuk memberantas gratifikasi, yang terima gratifikasi salah satunya menterinya. Kan (Gamawan) yang melaporkan saya katanya bohong soal e-KTP, sekarang buktinya benar ada korupsi di e-KTP senilai Rp2 triliun kan," tegas Nazaruddin.

KPK baru menetapkan Sugiharto yaitu mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen sebagai tersangka dalam kasus ini pada 22 April 2014, namun hingga saat ini KPK masih belum menyelesaikan berkas pemeriksaan Sugiharto maupun menetapkan tersangka lain dalam kasus tersebut.

Sugiharto disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) KUHP," tambah Johan.

Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek e-KTP, dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.

Dalam dokumen yang dibawa Elza tampak bagan yang menunjukkan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek KTP elektronik.

Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen Elza, yaitu Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.

Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng USD 500 ribu, (2) Olly Dondo Kambe USD 1 juta, dan (3) Mirwan Amir USD 500 ribu.

Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap USD 500 ribu, (2) Ganjar Pranowo USD 500 ribu, dan (3) Arief Wibowo USD 500 ribu.

Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).

Pemenang pengadaan e-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.

Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko e-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkat keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko e-KTP dan personalisasi dari PNRI.

PT. Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Dirjen Adiministrasi Kependudukan (Minduk) Kemendagri yaitu Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Dirjen Minduk punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.

Program e-KTP ini secara nasional dilaksanakan dalam dua tahap yakni pada 2011 dan 2012. Tahap pertama dilaksanakan di 197 kabupaten/kota dengan target 67 juta penduduk telah memiliki KTP elektronik. Namun, pada pelaksanaannya, terdapat masalah terkait ketersediaan dan distribusi perangkat yang dibutuhkan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016